Selasa 31 Jan 2017 20:21 WIB

Ahok Nilai Ketua MUI KH Ma'ruf Amin Berbohong

Rep: Muhyiddin/ Red: Bayu Hermawan
Gubernur nonaktif DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok menjalani sidang lanjutan kasus dugaan penistaan agama di Auditorium Kementerian Pertanian, Jakarta, Selasa (24/1).
Foto: Antara
Gubernur nonaktif DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok menjalani sidang lanjutan kasus dugaan penistaan agama di Auditorium Kementerian Pertanian, Jakarta, Selasa (24/1).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Terdakwa kasus penistaan agama, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) menyatakan berbagai keberatannya atas kesaksian Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI), KH Ma'ruf Amin. Salah satunya, Ahok merasa keberatan atas kesaksian Kiai Ma'ruf terkait menerima telepon dari Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

"Saya juga keberatan saksi membantah tanggal 7 Oktober 2016 bertemu pasangan calon nomor urut satu, jelas-jelas saudara saksi menutupi riwayat pernah menjadi Watimpres Susilo Bambang Yudoyono (di tengah persidangan)," ujarnya usai mendengarkan kesaksian Kiai Ma'ruf di Gedung Kementan, Jakarta Selatan, Selasa (31/1).

Menurut Ahok, Kiai Ma'ruf bertemu dengan pasangan calon nomor urut satu, Agus-Sylvi di Kantor PBNU pada tanggal 7 Oktober 2016. Namun, sebelum pertemuan itu Ahok menduga Kiai Ma'ruf sempat menerima telepon dari SBY pada tangal 6 Oktober 2017.

"Dan tanggal 7 dan tanggal 6 ada bukti nelepon untuk diminta dipertemukan, artinya saksi sudah tidak pantas jadi saksi, karena sudah tidak objektif, ini sudah mengarah mendukung pasangan nomor urut satu," kata Ahok

Dalam kesaksiannya, Kiai Ma'ruf sudah membantah hal itu. Namun, menurut Ahok, jika kesaksian Kiai Ma'ruf tersebut berbohong maka pihaknya akan memproses secara hukum karena telah memberikan keterangan palsu.

"Jadi jelas tanggl 7 Oktober saudara saksi saya berterimakasih ngotot bahwa saudara saksi tidak berbohong, tapi kalau berbohong kami akan proses secara hukum suadara saksi, untuk membuktikan bahwa kami memiliki bukti," tegasnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement