REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI), Prof Din Syamsuddin menilai ada yang tidak pantas dalam persidangan perkara dugaan penistaan agama dengan terdakwa Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), hari ini (31/1).
Sebab, lanjut Din, Ketua Umum MUI KH Ma’ruf Amin dimintai keterangannya selama tujuh jam. Padahal, para saksi terdahulu tidak sampai menghabiskan waktu sedemikian lama.
"Tanpa bermaksud mengintervensi proses peradilan, saya sangat menyayangkan perlakuan atas beliau (KH Ma’ruf Amin) yang menjadi saksi sampai tujuh jam. Pada hemat saya, hal itu kurang manusiawi. Apalagi, mengingat beliau kan orang tua," jelasnya saat dihubungi, Selasa (31/1).
Din mempertanyakan mengapa KH Ma'ruf Amin harus menjadi saksi sampai tujuh jam lamanya. Padahal untuk saksi-saksi lain, ia mencatat paling lama bersaksi dua hingga tiga jam saja.
"Kalaupun kurang cukup waktunya, kan bisa diundang pada kesempatan lain. Ini terkesan ada tendensi memberikan tekanan psikologis atas Kiai Ma’ruf Amin. Apalagi, pertanyaannya berputar-putar saja. Tidak mengangkat substansi baru," tegasnya.
Menurut Din, seharusnya dalam persidangan tersebut fokus pada peran saksi sebagai ketua umum MUI. Misalnya, bagaimana pendapat keagamaan lembaga tersebut tentang kasus penistaan Alquran.
Karena itu, dia berharap, majelis hakim dapat mengadili kasus Ahok ini dengan memerhatikan rasa keadilan masyarakat. Dewan Pertimbangan MUI Pusat telah memutuskan untuk mengawal perkembangan kasus ini agar diproses secara berkeadilan. Dewan ini terdiri atas para ketua umum ormas-ormas Islam,
"Apalagi, kasus ini diikuti masyarakat. Jangan sampai, kalau tak berkeadilan, justru akan mengundang reaksi, protes terhadap kezaliman," tegasnya lagi.
Dalam persidangan hari ini di Gedung Kementan, Jakarta Selatan, KH Ma’ruf Amin hadir sebagai saksi. Pada sebuah kesempatan, tim penasihat hukum Ahok antara lain mencoba menghubung-hubungkan tokoh PB Nahdlatul Ulama tersebut dengan mantan presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).