Selasa 31 Jan 2017 08:06 WIB

Duka dari Hutan Lawu

Rep: rizma riyandi/andrian saputra/muhammad nursyamsi/mabruroh/fitriyan zamzami/ Red: Fitriyan Zamzami
Sejumlah pendaki menikmati matahari terbit di Sendang Drajat kawasan Puncak Gunung Lawu, Perbatasan Jawa Tengah dan Jawa Timur, Jumat (19/8).
Foto:
Rektor UII Harsoyo (tengah) menyampaikan duka untuk keluarga korban Ilham Nurfadmi, Senin (23/1).

Dari Yogyakarta, bus-bus langsung diberangkatkan menjemput para peserta. Materi Search and Rescue (SAR) serta pelestarian lingkungan hidup yang rencananya diajarkan pada dua hari terakhir TGC dibatalkan.

Cahya Rini (33 tahun), salah seorang senior yang berjaga di Yogyakarta mengatakan, Rektorat UII dan para senior kemudian menginstruksikan seluruh peserta untuk pulang dan diperiksa di JIH, yang juga milik UII. Para peserta dijemput tim dari jurusan masing-masing.

Saat itu, Ilham Nurfadmi ikut diperiksa, tetapi kemudian diperbolehkan pulang. Sementara Asyam, dibawa ke RS Bethesda, Yogyakarta, sejak Sabtu (21/1) subuh dengan gejala sesak napas dan keluhan batuk selama sekitar empat hari. Pihak RS Bethesda melansir, Asyam masuk dengan kondisi mengalami diare, serta kerusakan tulang rusuk, tulang kaki, tulang punggung, dan tulang pantat. Sore hari setelah masuk rumah sakit, nyawanya tak mampu diselamatkan.

Sebelum meninggal, Asyam sempat menuturkan bahwa ia diinjak, dipukul dengan semacam tongkat, dan dipaksa membawa beban berat. Ia juga membocorkan nama salah satu personel operasional, yang melakukan pemukulan terhadapnya. 

Menurut keterangan pihak-pihak yang mengetahui jalannya TGC-37, nama operasional yang disebut Asyam sedianya bukan yang bertanggung jawab terhadap regunya. Penindakan lintas regu biasanya adalah hal yang terlarang dalam TGC.

Seorang peserta lainnya yang juga enggan dituliskan namanya mengiyakan adanya kontak fisik dengan panitia operasional berupa penamparan. "Ditampar itu enggak keras dan ada filosofinya. Jadi misalnya ditampar mungkin karena kurang fokus atau kedinginan. Supaya tidak hipotermia," kata mahasiswa berinisial R (19) tersebut. 

Ia menyangkal bahwa dalam kegiatan diksar, panitia menginjak-injak punggung peserta. Adapun penyabetan atau pemecutan bagian tubuh dilakukan menggunakan ranting, bukan rotan. "Selama kegiatan tidak ada keluhan sakit. Hanya lapar. Karena lama tidak makan," ujarnya. 

Terlepas dari kesaksian peserta itu, pihak Polres Karanganyar menyita sejenis tongkat komando dari Posko Mapala saat menangkap dua tersangka, M Wahyudi (25 tahun) dan Angga Septiawan alias Waluyo (28) pada Senin (30/1) subuh. Keduanya disebut sebagai operasional regu para peserta yang berpulang.

Tongkat yang disita sepanjang lengan orang dewasa. Ia tersebut terbuat dari bambu menyerupai rotan. Para senior di Mapala Unisi biasanya  mendapatkan buah tangan itu sebagai tanda kelulusan mereka di TSC, program pendidikan lanjutan di Mapala Unisi. Simbolisasi itu terkait keteribatan pihak militer dalam penyelenggaraan TSC. 

Seingat Cahya Rini, saat kabar kematian Asyam sampai di Posko Mapala Unisi, para panitia tengah sibuk menyusun kronologis kematian Fadhli. Begitu tahu Asyam ikut meninggal, situasinya semakin kalut.

Banyak yang ambruk ke lantai dengan tangis menjadi-jadi. Di berbagai penjuru Tanah Air, para alumni UII yang juga senior Mapala Unisi membagi kegalauan serupa. Saling telepon dalam kedukaan. Jenis badai yang belum pernah mereka temui saat mendaki gunung akan segera tiba.

Masih dalam kedukaan itu, datang lagi kabar buruk. Ilham Nurfadmi ikut berpulang. Ayahanda Ilham, Syafii (48 tahun) mengatakan anaknya mengklaim baik-baik saja saat turun gunung. Namun ada yang aneh pada suaranya. "Saya sempat nanya di telepon, kata dia dipukuli dan dia sudah tidak tahan dengan sakit yang dialami," ucapnya.

Tante Ilham dari Magelang, Siti Munawaroh (47) mengatakan, keponakannya masuk RS Bethesda, Yogyakarta, pada Senin (23/1) siang. Menurut dia, Ilham mengeluarkan banyak darah saat buang air besar. Sebelum meninggal, ia sempat bercerita, selama mengikuti GC di hutan Gunung Lawu, ditendang di bagian perut dan dipecut. 

Paman Ilham, Bambang Supringgo (50) mengiyakan, Ilham sempat diperiksa di JIH, tetapi diperbolehkan pulang ke kos-kosannya di Taman Siswa, Kota Yogyakarta. Tiba-tiba, pada Senin siang, yang bersangkutan pingsan di indekosnya dan dibawa ke RS Bethesda. Ilham mengembuskan napas terakhir pada Senin (23/1) malam.

Ketua Panitia GC-37 Wildan Nuzula mengiyakan ada teguran secara verbal hingga hukuman fisik bagi peserta yang melakukan pelanggaran peraturan lebih dari dua kali, mulai push up, squat jump, hingga jalan berjongkok.

Namun demikian, ia mengklaim, sesuai standar operasional prosedur (SOP) tidak dibenarkan adanya pemukulan. "Namun tidak menutup kemungkinan ada beberapa panitia yang berlebihan memberikan hukuman, ini ranahnya pihak berwajib untuk menyelidiki," kata dia.

Kematian ketiga ujung-ujungnya memicu rektorat mengeluarkan instruksi pembekuan Mapala Unisi. Rektor UII Harsoyo pada akhirnya juga menyatakan pengunduran dirinya.

Hujan mengguyur Yogyakarta saat kabar tersebut diterima para senior yang telah sekian hari berupaya mencari tahu kejadian dan mencoba memitigasi dampaknya. “Kami sedih dengan pembekuan Mapala. Tapi kami paham, tentunya rektorat mengambil tindakan ini dengan berbagai pertimbangan,” kata anggota Mapala Unisi Bachtiar Nur Rahman (48).

Peserta TGC ke-13 itu mengatakan, para pendahulu yang bersusah payah membangun citra baik Mapala Unisi terpukul dengan kabar duka tersebut. Padahal, menurut Bachtiar, prosedur tahapan pelaksanan TGC tidak banyak berubah dari tahun ke tahun. “Kami berharap, teman-teman bersikap gentleman. Kalau memang bersalah ya akui saja kesalahannya,” kata alumni Teknik Sipil UII angkatan 1987 itu. 

Sejauh ini pihak Polres Karanganyar masih terus menyelidiki penyebab kematian para peserta. Pihak kepolisian sementara ini menemukan bahwa memang ada kekerasan dalam pelaksanaan TGC ke-37. Jumlah tersangka juga masih bisa terus bertambah.

Kendati demikian, sejumlah senior Mapala Unisi yang ditanyai Republika juga berpandangan bahwa bukan kekerasan semata, baik individual maupun kolektif, yang bisa memicu kejadian. Hujan terus-menerus serta panitia yang masih memaksakan pelaksanaan jadwal pelatihan juga bisa punya peran. Sebagian berpandangan, kemungkinan tewas akibat keracunan juga terbuka.

Yang jelas, kematian tiga peserta TGC-37 membawa duka. Duka bagi orang tua Fadhli yang tak bisa menyaksikan anak mereka meraih gelar sarjana. Duka orang tua Asyam yang tak bisa menyaksikan anak berprestasi mereka itu meraih impian melanjutkan kuliah di Inggris. Duka orang tua Ilham yang tak sempat mendengar lantunan hafalan Alquran putra mereka. Ia juga duka ratusan anggota aktif dan alumni Mapala Unisi kehilangan adik-adik mereka sekaligus nama baik yang berpuluh tahun dibangun. n

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement