Sabtu 28 Jan 2017 06:42 WIB

Pengurus Mapala UII Siap Diproses Secara Hukum

Pengurus Mapala UII memberikan keterangan pers di Kampus UII Jalan Cik Ditiro, Yogyakarta, Jumat (27/1) terkait meninggalnya tiga peserta Diksar The Great Camping (TGC) Mapala Unisi 2017.
Foto: Republika/Fernan Rahadi
Pengurus Mapala UII memberikan keterangan pers di Kampus UII Jalan Cik Ditiro, Yogyakarta, Jumat (27/1) terkait meninggalnya tiga peserta Diksar The Great Camping (TGC) Mapala Unisi 2017.

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Ketua Mahasiswa Pecinta Alam Unisi Universitas Islam Indonesia (UII) Imam Noorizky menyatakan dirinya serta segenap pengurus organisasi intrakampus itu siap diproses secara hukum oleh kepolisian pascakasus kekerasan yang mengakibatkan tiga mahasiswa meninggal dunia.

"Jika hasil investigasi mengarah adanya kejanggalan seperti kekerasan fisik sehingga menyebabkan korban jiwa, saya selaku ketua mapala dan segenap pengurus siap mempertanggungjawabkan itu semua. Kami akan bersikap kooperatif menjunjung tinggi proses hukum," kata Imam dalam jumpa pers di Kampus UII, Yogyakarta, Jumat (27/1).

Imam mengatakan pihaknya akan menerima apapun hasil investigasi dari dua tim pencari fakta yang dibentuk oleh Universitas Islam Indonesia (UII). "Kami menerima apapun hasilnya," kata dia.

Imam mewakili Mapala Unisi juga menyampaikan permohonan maaf baru kali ini memberikan keterangan kepada media terkait peristiwa yang terjadi dalam latihan dasar Mapala Unisi bertajuk "The Great Camping" di Gunung Lawu, Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah, tersebut. 

"Sebenarnya kami langsung melakukan koordinasi dan komunikasi secara cepat kepada pihak rektorat. Tetapi disepakati semua informasi kepada masyarakat hanya disampaikan humas UII agar tidak terjadi kesimpangsiuran," kata dia.

Ketua Panitia Diksar Mapala Unisi, Wildan Nuzula menyesalkan peristiwa itu terjadi karena selama bertahun-tahun tidak pernah ada kegiatan organisasi itu yang mengakibatkan korban jiwa. Wildan membenarkan adanya teguran secara verbal hingga hukuman fisik bagi peserta yang melakukan pelanggaran peraturan lebih dari dua kali, mulai push up, skot jump, hingga jalan berjongkok. Namun demikian, sesuai standar operasional prosedur (SOP) tidak dibenarkan adanya pemukulan.

"Namun tidak menutup kemungkinan ada beberapa panitia yang berlebihan memberikan hukuman, ini ranahnya pihak berwajib untuk menyelidiki," kata dia.

Wildan menjelaskan satu peserta yakni Syaits Asyam yang akhirnya meninggal dunia, justru tidak mengikuti kegiatan survival atau bertahan di alam bebas secara keseluruhan sejak awal karena kondisi kesehatan dan hanya berada di basecamp tidak seperti rekannya yang lain.

Meski Syaits sempat mengajukan pengunduran diri, namun panitia tidak mengizinkan hingga kegiatan usai. "Berangkat kita 37, pulang juga harus bersama-sama 37. Memang tidak ada SOP pengunduran diri," kata dia.

Menurut Wildan, sesuai silabus yang disusun oleh panitia, sebelum akhirnya dapat mengikuti kegiatan diksar Mapala Unisi, seluruh calon peserta wajib mengisi formulir, melengkapi administrasi, tes fisik, tes kesehatan, diakhiri wawancara.

Setelah terpilih 37 peserta, menurut dia, dilanjutkan dengan pemberian materi di kelas mulai 11-12 Januari. Ada 10 materi yang disajikan, mulai materi hubungan Islam, manusia, dan alam, sejarah Mapala Unisi, sosiologi perdesaan, navigasi darat, survival, lingkungan hidup, manajemen dan jurnalistik alam bebas, SAR, dan P3K.

Latihan dasar The Great Camping yang diadakan Mapala Unisi di Gunung Lawu pada 13-20 Januari 2017 mengakibatkan tiga mahasiswa peserta meninggal dunia yakni Muhammad Fadli, Syaits Asyam, dan Nurfadmi Listia Adi.

Selain tiga mahasiswa meninggal dunia, kegiatan yang diikuti 34 mahasiswa itu juga mengakibatkan 10 mahasiswa mengalami luka-luka dan hingga kini masih dirawat di Rumah Sakit JIH Yogyakarta.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement