REPUBLIKA.CO.ID, RIAU -- Wakil Ketua MPR yang juga Ketua Umum Partai Hanura Oesman Sapta menilai, ambang batas presiden (presidential threshold) sebagai syarat untuk mengusung calon presiden dan calon wakil presiden sudah tidak lazim lagi diterapkan. Sehingga, ia menyatakan presidential threshold lebih baik ditiadakan.
''Zero, zero saja,'' ujar pria yang akrab disapa OSO tersebut, usai menghadiri pelantikan pengurus daerah HKTI Provinsi Riau di Balai Serindit Gedung Daerah, Pekanbaru, Kamis (26/1).
Saat ini, DPR bersama pemerintah sedang membahas Rancangan Undang-Undang Penyelenggaraan Pemilu. Berkaitan dengan presidential threshold, ada keinginan dari partai-partai untuk menghapus presidential threshold atau menjadi nol persen.
Pada Pemilu Presiden 2014, ambang batas pengajuan calon presiden dan calon wakil presiden adalah 20 persen kursi di legislatif atau 25 persen suara nasional. ''Presidential threshold memang sudah tidak layak lagi dilakukan pada masa sekarang. Lebih baik kosong saja,'' ucap OSO.
Apabila presidential threshold nol persen, maka setiap partai bisa mengajukan calon presiden dan calon wakil presiden. Dengan demikian, banyak calon presiden yang maju dalam pemilihan presiden (Pilpres). OSO tidak mempermasalahkan banyaknya calon presiden yang maju dalam Pilpres.
''Bukan soal banyaknya nama-nama yang menjadi calon presiden, tapi presidential threshold ini sudah tidak lazim lagi sekarang. Biarkan saja bebas. Nanti dia akan mengerucut sendiri,'' ujarnya.
Pemilihan presiden, lanjut Oso, tidak bisa hanya diikuti satu atau dua calon presiden. Sehingga, ia meminta jangan terlalu khawatir dengan banyaknya calon presiden yang akan muncul.
Begitu juga dengan partai yang baru pertama kali mengikuti pemilu, mereka bisa mengajukan calon presiden. ''Untuk partai yang baru pertama kali ikut Pemilu, kita mesti lihat nanti ukurannya seperti apa. Karena itu ada Pansus Pemilu di DPR. Dan itu nanti kita lihat hasilnya,'' jelasnya.