Ahad 22 Jan 2017 23:23 WIB

Anies Ingin Kembalikan Tradisi Musyawarah

Cagub DKI Jakarta Anies Baswedan melakukan sosialisasi dan mendengarkan aspirasi warga yang mayoritas berprofesi sebagai PKL (Pedagang Kaki Lima) di Sawah Besar, Jakarta Pusat, Senin (16/1).
Foto: dok. istimewa
Cagub DKI Jakarta Anies Baswedan melakukan sosialisasi dan mendengarkan aspirasi warga yang mayoritas berprofesi sebagai PKL (Pedagang Kaki Lima) di Sawah Besar, Jakarta Pusat, Senin (16/1).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Calon Gubernur DKI Jakarta nomor urut 3, Anies Baswedan, mengatakan konsep merawat persatuan dalam kesatuan (union in unity) merupakan konsep yang ditawarkan kepada dunia internasional. Dan, inisiator 'Gerakan Indonesia Mengajar' ini ingin Jakarta menjadi tempat dimana orang yang berbeda-beda bisa duduk di satu meja.

"Di Jakarta, dari pemikiran yang paling kanan dan yang paling kiri, semuanya ada. Karena itu tradisi dialog dan musyawarah harus dikembalikan," ujar Anies saat menjadi narasumber utama di aula gedung SMESCO, Pancoran, Jakarta Selatan, Sabtu (21/1).

Pemerintah, sambung Anies, tidak dapat mengatur pandangan pemikiran namun dapat mengatur cara mengekspresikan pandangan. "Ketika cara berpikirnya berbeda, ruang diskusi menjadi terbuka. Tapi kalau cara mengekspresikannya dengan kekerasan, maka hukum harus ditegakkan," katanya.

Bangsa Indonesia memiliki kemampuan mengelola perbedaan yang ditunjukkan melalui kesepakatan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan. Anies menilai bahwa kemampuan untuk menemukan titik temu yang mengeratkan bangsa ini melalui bahasa itu merupakan hal jenius.

"Menjadi Indonesia tidak menghalangi identitas kesukuannya di Jakarta. Dan Jakarta adalah contoh kebhinnekaan yang dirawat secara terstruktur dalam dekade belakangan ini," terang Anies.

Mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan ini kemudian mencontohkan Eropa yang membentuk Unieropa yang terdiri daei 28 bangsa namun bahasa resminya sebanyak 23. Hal ini, sambung Anies, berbeda dengan Indonesia yang terdiri dari ratusan suku dan bahasa namun memikirkan bahasa persatuan bukan dari bahasa mayoritas seperti jawa dan sunda, yaitu bahasa melayu kepulauan (Indonesia).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement