Jumat 20 Jan 2017 17:14 WIB

Pemilih Mengambang Tentukan Pemenang Pilkada DKI Jakarta

Paslon Cagub dan Cawagub DKI Jakarta Agus Harimurti Yudhoyono-Sylviana Murni, Basuki Tjahaja Purnama-Djarot Saiful Hidayat dan Anies Baswedan-Sandiaga Uno saat mengikuti debat publik perdana di Jakarta, Jumat (13/1) malam
Foto: Republika/Prayogi
Paslon Cagub dan Cawagub DKI Jakarta Agus Harimurti Yudhoyono-Sylviana Murni, Basuki Tjahaja Purnama-Djarot Saiful Hidayat dan Anies Baswedan-Sandiaga Uno saat mengikuti debat publik perdana di Jakarta, Jumat (13/1) malam

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Warga ibu kota yang memiliki hak pilih namun belum menentukan siapa pasangan calon gubernur dan wakil gubernur Jakarta yang akan dipilih diperkirakan akan menjadi penentu pemenang perhelatan politik di Jakarta pada Februari mendatang.

Peneliti Pusat Laboratorium Politik Indonesia Mohammad Hailuki mengatakan pemilih mengambang berpeluang menjadi penentu pemenang persaingan merebutkan kursi pemimpin Jakarta setelah beberapa peserta pilkada DKI menghadapi beberapa isu dan juga proses hukum.

"Proses kampanye yang panjang pilihan publik terhadap pasangan calon sudah semakin cepat mengkristal. Namun pilihan publik yang makin mengkristal tersebut masih bisa berubah dikarenakan adanya dinamika terkini," katanya, Jumat (20/1)

Luki mencontohkan pemeriksaan salah satu cawagub atas beberapa kasus hukum dapat memberikan pengaruh terhadap elektabilitas. Namun ia mengatakan, bila salah satu calon yang diperiksa atas beberapa kasus hukum bersifat transparan kepada publik dan tidak terkesan menghindar maka justru akan mendorong sentimen positif terhadap peserta pilkada DKI itu sendiri.

Luki menjelaskan pemeriksaan terhadap peserta Pilkada merupakan fenomena yang tidak aneh lagi karena kerap terjadi di berbagai kontestasi politik, oleh karena itu sebagai warga negara yang baik tidak perlu menghindarinya karena publik DKI yang tergolong Undecided Voters atau pemilih mengambang butuh kejelasan duduk perkara sebelum menentukan pilihannya.

Perkembangan tersebut, katanya, bisa mendorong pilihan tiga hal yang akan terjadi, yang pertama akibat pemeriksaan kasus itu kepada salah satu cawagub maka pemilih akan memilih dua pasangan calon lainnya. Skenario kedua yang bisa terjadi adalah, ketika pemilih melihat cawagub itu terkesan dikriminalisasi maka akan timbul simpati yang berbuah keputusan memilih pasangan calon tersebut. Kemungkinan yang ketiga adalah para pemilih mengambang itu tidak menggunakan hak pilih atau abstein.

"Berdasarkan pengamatan di atas, maka dengan sisa waktu efektif tiga pekan ke depan tampaknya hampir bisa dipastikan Pilkada DKI akan berlangsung dua putaran. Karena sisa suara "Undecided Voters" tidak bisa mendorong tercapainya 50+1 sebagai syarat kemenangan satu putaran," kata Luki.

sumber : antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement