Jumat 20 Jan 2017 09:06 WIB

Meluruskan Sesat Pikir dan Kelola Bela Negara

Red: M Akbar
 Massa Front Pembela Islam (FPI) berkumpul di depan Markas Polda Jabar, Jalan Sokarno Hatta, Kota Bandung, Kamis (12/1).
Foto:

Pertama, istilah bela negara secara normatif-yuridis terdapat di dalam UUD NRI 1945 Pasal 27 ayat (3) “Setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya pembelaan negara”. Sebagai acuan yuridis konstitusional, UUD 1945 menjadi pijakan tertinggi dalam kegiatan bela negara tersebut. Jelas bahwa bela negara merupakan hak sekaligus kewajiban konstitusional “setiap” warga negara Indonesia.

Kata “setiap” bermakna bahwa siapapun dari warga negara Indonesia punya hak dan kewajiban untuk melaksanakannya. Negara tidak melihat latar belakang suku, agama, ras, partai, kelompok, ormas, gender, status ekonomi dan beragam identitas lainnya, untuk melakukan upaya bela negara.

Jadi jika kesadaran akan bela negara tersebut muncul dari setiap anak bangsa (apapun identitas primordial dan identitas lain dalam diri/kelompoknya) termasuk FPI, tentu akan menjadi sebuah nilai kebaikan tersendiri. Karena memang negara tidak boleh memandang warganya berdasarkan identitas tersebut, karena bela negara adalah panggilan kebangsaan yang bersifat sangat pribadi.

Kemudian istilah bela negara juga terdapat di dalam UU No. 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara, Pasal 9 ayat (1) “Setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya bela negara yang diwujudkan dalam penyelenggaraan pertahanan negara”. Lagi-lagi dikatakan secara eksplisit dalam UU ini bahwa bela negara merupakan hak dan kewajiban setiap warga negara, tentu dengan pendekatan konteks pertahanan negara. Kelemahan yang muncul kemudian adalah belum adanya satu UU tersendiri yang secara spesifik, teknis operasional membahas secara lengkap upaya bela negara.

Walaupun Kemenhan sudah mengajukan draf RUU Bela Negara ke DPR RI, tetapi sepertinya belum menjadi prioritas bagi DPR untuk dibahas sampai saat ini. Saya pikir saat ini adalah waktu yang sangat tepat untuk melahirkan regulasi teknis sebagai pijakan operasional pemerintah dalam menyelenggarakan bela negara tersebut.

Di tengah menguatnya isu-isu keberagaman, intoleransi dan konteks kebangsaan lainnya. Walaupun tak tembus melalui RUU Bela Negara, sepertinya presiden bisa mengeluarkan dalam bentuk Perpres Bela Negara atau Inpres, seperti Inpres No. 12 Tahun 2016 tentang Gerakan Nasional Revolusi Mental. Tak salah pula jika presiden membuat Inpres Gerakan Nasional Bela Negara.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement