REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Hasil survei terbaru lembaga konsultan politik Polmark Indonesia mengungkap bahwa mayoritas warga Jakarta mengetahui adanya kasus penistaan agama yang melilit Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok. Kasus tersebut juga disinyalir bakal menjadi salah satu penyebab utama kekalahan pejawat di Pilkada DKI 2017.
Menurut temuan survei Polmark, sebanyak 94,2 persen responden mengaku mengetahui kasus penistaan agama yang dituduhkan kepada Ahok. Hanya 5,5 persen warga yang mengatakan tidak tahu tentang kasus itu. Sementara, sebanyak 0,3 responden lagi tidak menjawab.
Ketika para responden ditanyai pendapatnya tentang kasus yang melilit mantan bupati Belitung Timur itu, sebanyak 72,1 persen dari mereka menyatakan Ahok memang menistakan agama. Hanya 26,6 persen responden yang menyebut Ahok tidak menistakan agama. Sementara, sebanyak 1,3 persen reponden lagi tidak menjawab.
CEO Polmark Indonesia Eep Saefulloh Fatah menuturkan, kasus penistaan agama menjadi salah satu penyebab merosotnya elektabilitas Ahok secara signifikan dibandingkan beberapa bulan lalu. Padahal, jika dinilai dari sisi kinerja dan pengalamannya, gubernur nonaktif DKI Jakarta itu mendapat penilaian cukup baik dari publik.
"Kasus penistaan agama membuat sebagian besar pemilih di DKI tidak mau pilih Ahok. Suka atau tidak suka, itulah fakta yang kami temukan di lapangan," ujarnya kepada wartawan di Jakarta, Kamis (19/1).
Dari ketiga paslon yang ada, kata Eep, Ahok-Djarot mendapat penilaian tertinggi dari publik DKI dalam hal pembuktian mampu bekerja dan memimpin dengan baik, yaitu sebesar 31,2 persen suara. Anies-Sandi sebanyak 23,7 persen suara, dan Agus-Sylvi 21,8 persen suara. Sementara, 23,2 persen responden menyatakan tidak tahu.
Dalam hal memiliki pengalaman yang cukup untuk memimpin Jakarta, Ahok-Djarot juga berhasil mengungguli para pesaingnya dengan perolehan 39,7 persen suara. Anies-Sandi sebanyak 21,3 persen suara, dan Agus-Sylvi 16 persen suara. Sementara, 23 persen menyatakan tidak tahu.
Dalam hal kepribadian yang baik dan kelayakan untuk menjadi teladan, Anies berada di peringkat teratas dengan perolehan 34,3 persen suara publik DKI. Agus-Sylvi yang mendapat 25,8 persen suara. Sementara, Ahok-Djarot berada di posisi paling rendah untuk kualifikasi ini, yaitu hanya memperoleh 15,6 persen suara.
Dari sisi popularitas, Ahok juga unggul dengan tingkat keterkenalan mencapai 97,1 persen. Selanjutnya disusul oleh Anies sebanyak 94,2 persen dan Agus 94,1 persen. Namun, Ahok justru berada di posisi paling rendah dalam hal disukai oleh publik. Menurut hasil survei Polmark Indonesia, tingkat ketersukaan warga DKI terhadap Ahok hanya 34 persen. Posisi tertinggi diraih oleh Anies sebesar 51,5 persen. Sementara, Agus berada di urutan kedua dengan perolehan 49,1 persen.
"Dari semua data ini bisa disimpulkan bahwa masalah kepribadian menjadi salah satu penyebab utama warga DKI tidak mau memilih Ahok, meskipun mereka tahu incumbent (pejawat) ini mempunyai nilai lebih dalam hal kinerja dan pengalaman memimpin," kata Eep.
Survei Polmark Indonesia kali ini digelar pada 6 hingga 12 Januari 2017 dengan melibatkan 1.200 responden yang merupakan warga DKI yang sudah mempunyai hak pilih. Sampel untuk penelitian ini diambil menggunakan metode multistage random sampling dengan margin of error sebesar plus minus 2,9 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen. Teknik pengumpulan data pada survei ini melalui wawancara tatap muka kepada setiap responden oleh pewawancara yang telah dilatih.