REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Rahardjo mengatakan kemungkinan ada penambahan tersangka baru pada tahun ini soal perkara tindak pidana korupsi pengadaan paket KTP berbasis nomor induk kependudukan secara nasional (KTP-Elektronik).
"Bisa jadi, berkali-kali saya katakan kalau kerugian negaranya Rp 2,3 triliun saya kok ragu kalau yang bertanggung jawab (menjadi tersangka) hanya dua orang," kata Agus seusai menghadiri Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi III DPR di Gedung DPR, Jakarta, Rabu (18/1).
Menurut Agus, perkara tindak pidana korupsi KTP-El tersebut melibatkan suatu jaringan dan dilakukan oleh orang banyak. Sementara soal pemanggilan Ketua DPR Setya Novanto oleh KPK beberapa waktu lalu, Agus mengatakan belum mendapat laporan terakhir setelah pemeriksaan Novanto itu.
"Saya belum dapat laporan terakhir. Kalau ada perkembangan, penyidik pasti melaporkan," ucap Agus.
Soal perkara KTP-El, KPK pada hari ini mengirimkan penyidik ke Singapura untuk mengembangkan kasus tersebut. "Ada pelakunya yang di sana, salah satu 'supplier'. Saya tidak tahu rencana penyidikan mereka karena mereka yang menjalankan. Ya mudah-mudahan nanti ada perkembangan yang cukup signifikan lah saat mereka (penyidik) pulang dari Singapura," kata Agus.
Sebelumnya, Juru Bicara KPK Febri Diansyah menyatakan terdapat tiga kelompok besar untuk mengungkap kasus tindak pidana korupsi pengadaan paket KTP berbasis nomor induk kependudukan secara nasional (KTP-El).
"Untuk kasus KTP-El sebenarnya ada tiga kelompok besar mulai dari yang berada di sektor politik ketika pembahasan dilakukan oleh anggota DPR, kedua instansi pemerintah yang menangani proyek, salah satunya Kemendagri yang kami intens memeriksa pejabatnya dan kelompok ketiga itu swasta," kata Febri di gedung KPK, Jakarta, Kamis (12/1).
Febri menyatakan di tiga kelompok ini lah kasus KTP-El akan didalami dan dikembangkan lebih jauh. Saat ini, kata dia, penetapan tersangka masih berada di kelompok Kementerian Dalam Negeri yang menangani proyek KTP-E tersebut.
"Tentu kami terbuka mendalami peran di dua kelompok lain apakah itu proses pembahasan anggarannya atau pun pada sektor swasta baik dari pihak pemenang lelang atau pihak lain yang juga terkait perkara ini. Sebab belum tentu hanya pemenang lelang total dari indikasi kerugian negaranya karena sangat terbuka dinikmati pihak-pihak lain," ucap Febri.
Menurut Febri, sampai dengan hari ini sudah lebih dari 250 saksi yang dipanggil untuk dilakukan pemeriksaan. Sudah ada dua tersangka dalam kasus ini yaitu mantan Direktur Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil Kemendagri Irman dan mantan Direktur Pengelola Informasi Administrasi Kependudukan Ditjen Dukcapil Kemendagri sekaligus Pejabat Pembuat Komitmen Sugiharto.
Irman dan Sugiharto dijerat dengan Pasal 2 Ayat 1 atau Pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat 1 ke-1 jo Pasal 64 Ayat 1 KUHP.
Irman diduga melakukan penggelembungan harga dalam perkara ini dengan kewenangan yang ia miliki sebagai Kuasa Pembuat Anggaran (KPA). Berdasarkan perhitungan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), kerugian negara akibat kasus korupsi KTP-El itu adalah Rp 2,3 triliun karena penggelembungan harga dari total nilai anggaran sebesar Rp 6 triliun.