REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Jaksa Penuntut Umum (JPU) kasus penodaan agama dengan terdakwa Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) membantah tidak berkoordinasi dengan tim kuasa hukum Ahok terkait pemanggilan dua saksi fakta pada sidang hari ini.
"Dua saksi itu sedianya kami siapkan untuk mengganti tiga saksi pelapor yang tidak hadir dalam sidang hari ini," kata Jaksa Ali Mukartono seusai sidang persidangan Ahok di Kementerian Pertanian, Jakarta, Selasa (17/1).
Sebelumnya, tim kuasa hukum Ahok mempermasalahkan pemanggilan dua saksi fakta yang tidak ada dalam jadwal pemeriksaan hari ini. "Sebenarnya koordinasi awal sudah tetapi koordinasi akhirnya yang belum. Seharusnya pihak sana yang koordinasi dengan kami. Yang perlu kan pihak sana (Ahok)," ucap Ali.
Ia menilai pengajuan dua saksi fakta tersebut tidak ada yang salah karena mereka sudah masuk dalam daftar berkas pemeriksaan. Kedua saksi fakta yang sedianya dilakukan pemeriksaan hari ini, yaitu Nurcholis dan Yulihardi.
Keduanya direncanakan diperiksa karena melihat langsung pidato Ahok di Kepulauan Seribu pada 27 September 2016 lalu. Sebelumnya, tiga saksi pelapor yang rencananya dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam lanjutan sidang kasus penodaan agama dengan terdakwa Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) pada hari ini batal hadir sehingga sidang ditunda pada Selasa pekan depan.
Tiga saksi pelapor yang batal hadir antara lain Ibnu Baskoro, Muhammad Asroi Saputra, dan Iman Sudirman. Sementara saksi yang datang dan memberikan kesaksian dalam sidang Ahok antara lain dua anggota Polresta Bogor masing-masing Bripka Agung Hermawan dan Briptu Ahmad Hamdani serta saksi pelapor Willyudin Abdul Rasyid Dhani.
Ahok yang mengenakan batik lengan panjang warna coklat sudah meninggalkan lokasi sidang sekitar pukul 13.30 WIB dengan mendapat pengawalan ketat anggota kepolisian. Ahok sendiri enggan berkomentar banyak setelah mengikuti sidang keenamnya tersebut. "Mau lanjut blusukan," kata mantan Bupati Belitung Timur itu.
Ahok dikenakan dakwaan alternatif yakni Pasal 156a dengan ancaman 5 tahun penjara dan Pasal 156 KUHP dengan ancaman 4 tahun penjara.