REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kasus Ahok Ali Mukartono menilai, ada banyak kejanggalan dalam pemeriksaan saksi-saksi kasus dugaan penodaan agama oleh Basuki T Purnama hari ini. Kesaksian saksi yang berasal dari Kota Bogor tersebut tidak menghasilkan keputusan bulat.
''Ini saksi yang berkaitan saksi pelapor, banyak kejanggalan saksi pelapor. Saksi punya perasaan dendam, saksi itu ternyata tidak jujur tidak objektif,'' kata Ali, usai sidang, di Auditorium Kementan, Jakarta, Selasa (17/1).
Hari ini, sidang mengagendakan keterangan saksi polisi yang menerima laporan Willyudin Dani. Mereka adalah Briptu Ahmad Hamdani dan Bripka Agung Hermawan. Dalam keterangannya, Ali menjelaskan dua orang saksi hanya sekadar menerima laporan.
Namun, kedua polisi yang saat itu bertugas di Polresta Bogor tidak tahu mengenai kejadian di Pulau Seribu pada 27 September 2016 tersebut. Di satu sisi, Willyudin sebagai pelapor tidak menyerahkan barang bukti.
Selain itu, saksi juga mengatakan Willyudin melaporkan dugaan penodaan agama oleh pada 6 September 2016, sementara pelapor mengaku datang ke Polresta Bogor pada 6 Oktober 2016. Begitu pula soal tempat kejadian, saksi polisi mengatakan kejadiannya di Tegalega, sementara pelapor menyatakan di Pulau Seribu.
''Ini enggak nyambung semua, pada waktu ini di proses di Polresta Bogor, sebenarnya tidak di terima karena kejadiannya di pulau seribu kan itu Locus Delicti-nya di tempat lain,'' ucap Ali.
Ketika ditanya berapa orang yang mendampingi saksi Willyudin, dua saksi polisi bilang ada empat orang. ''Tapi, tapi saksi bilang hanya dua. Dia dan temannya, yang lain enggak tahu mungkin malaikat dia bilang,'' jelasnya.