REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Saksi dalam sidang lanjutan kasus penodaan agama dengan terdakwa Basuki T Purnama alias Ahok, Willyudin, membantah keterangan saksi dari polisi yaitu Briptu Ahmad Hamdani.
Briptu Ahmad dianggap memberikan keterangan palsu kepada hakim, seperti laporan yang diajukan pada 6 September 2016 yang sempat jadi bahan cecaran hakim. Briptu Ahmad juga menyebutkan, Willyudin datang ke Polresta Bogor berempat.
"Sebagian besar tidak benar, saya lapor berdua, tidak mungkin berempat karena naik motor,'' kata Willyudin kepada hakim, di Auditorium Kementan, Jakarta, Selasa (17/1).
Selain itu, Willyudin juga membantah memberikan laporan pada 6 September. Dia menyatakan laporan 6 September tersebut merupakan kesalahan polisi.
''Dia (polisi) tidak menjelaskan, ketika dia bertanya kapan kejadiannya, saya jawab, kejadian pidato di pulau seribu 27 September 2016. Saya menjelaskan, jadi saya ditanya dulu, saya bertanya balik, kejadian yang mana? Kalau penodaan agama di pulau seribu 27 September. Kalau melihat video, di rumah saya, hari kamis tanggal 6 oktober 2016 pukul 11.00 WIB,'' jelas dia.
Setelah itu, dirinya diarahkan dulu ketika masuk ke sebuah ruangan. Awalnya, lanjut dia, laporan tersebut tidak diterima, karena kejadiannya di pulau seribu. "Lalu saya diajak ke Reskrim, kalau laporan tidak diterima, ada kemungkinan umat Islam datang kesini. Karena itu amanah dari jamaah untuk melapor,'' ucap Willyudin.
Ia memahami mengapa laporannya tidak diterima. Namun, yang terpenting baginya adalah sudah melapor terlebih dahulu. Namun, usai menerima surat laporan, ternyata ada kesalahan pengetikan, dimana kejadiannya tertulis 6 September.
"Saya coret tanggal 6 September tersebut. Mana mungkin kejadian baru kemarin kok ini 6 September. Kemudian di-print lagi, tapi cukup lama. Bahkan saya lihat monitor, sudah betul, 6 Oktober,'' jelasnya.