REPUBLIKA.CO.ID, DENPASAR -- Pemerintah Provinsi Bali bekerja sama dengan tim ahli dari rumah sakit hewan besar di Perfektur Kumamoto, Jepang menanggulangi wabah rabies di Pulau Dewata. Gubernur Bali, Made Mangku Pastika mengatakan Bali terus mengendalikan jumlah populasi anjing liar.
"Jepang sebelumnya sudah berhasil menanggulangi permasalahan serupa, sehingga bisa berbagi pengalaman untuk Bali," kata Pastika, Senin (16/1).
Bali sementara ini, kata Pastika tetap mempertahankan opsi eliminasi bagi anjing yang sudah terindikasi suspect rabies. Anjing-anjing tersebut berpotensi membahayakan nyawa orang lain. Gigitan ke wisatawan misalnya akan berdampak negatif pada sektor pariwisata dan perekonomian Bali.
Pemilik Ryunosuke Animal Hospital Kumamoto, Drh Tokuda mengatakan Bali dan Jepang sama-sama menghadapi permasalahan populasi hewan yang kurang terkendali. Jepang bahkan pernah mengalami ledakan populasi kucing. "Langkah paling efektif berdasarkan pengalaman kami adalah tangkap hewannya, vaksin, sterilisasi, lalu lepas," kata Tokuda.
Semua pihak bekerja keras sehingga bisa memvaksik setidaknya 1.800 ekor kucing per pekan. Pekerjaan ini bisa diselesaikan dalam waktu dua tahun.
Tokuda mengatakan Bali bisa melakukan hal serupa, apalagi masalah rabies di pulau ini disorot dunia. Jika berhasil ditanggulangi, Bali akan menjadi percontohan penanggulangan hewan liar di berbagai negara.
Bali sudah mengalami problem rabies sejak tujuh tahun terakhir. Tokuda menyarankan gubernur merangkul berbagai pihak, terutama dokter hewan, lembaga swadaya masyarakat (LSM) dan masyarakat.
Bali akan mengambil langkah nyata, salah satunya mempermudah pengurusan administrasi supaya peralatan dan obat-obatan untuk anijing liar di Jepang bisa masuk ke Indonesia. Kerja sama ini diharapkan menyelesaikan permasalahan rabies di Bali.
Sekitar 500 ribu ekor anjing hidup di Bali. Kasus gigitan anjing di Bali bisa mencapai 36 ribu kasus per tahun dan 85 persen sumbernya adalah anjing yang diliarkan pemiliknya.