REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Persidangan kasus dugaan penodaan agama oleh Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) akan kembali digelar besok, Selasa (17/1). Agendanya masih memeriksa saksi pelapor. Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah menduga Ahok dan tim kuasa hukum akan berputar-putar di masalah yang tidak terkait perkara seperti soal kepemimpinan, pemilihan kepala daerah (pilkada), program program gubernur, tafsir kata auliya dan lain lain.
"Bahkan bisa saja pertanyaan mereka menjerat saksi karena salah jawab. Lalu mereka jadikan itu opini politik di luar sidang," ujar Sekretaris Pemuda Muhammadiyah Pedri Kasman, Senin (16/1).
Untuk itu, dia menyarankan jaksa penuntut umum (JPU) harus banyak berperan sebagai pengacara negara yang harus membuktikan dakwaannya supaya persidangan jadi fokus dan tidak bertele-tele. Majelis hakim, kata dia, juga mesti menghentikan pertanyaan yang tidak penting.
Pasalnya jaksa dan hakim-lah yang berkepentingan membuktikan perkara tersebut. Sementara saksi hanya orang yang dimintai keterangan. "Jaksa dan hakim harus berupaya keras menjaga kualitas persidangan ini dan menjauhkannya dari tendensi politik," kata Pedri.
Berdasarkan pengalaman persidangan sebelumnya, Pedri menduga Ahok dan tim penasihat hukumnya akan lebih banyak mengejar dan mempertanyakan hal-hal terkait dengan pribadi saksi-saksi dan bertendensi menghancurkan kredibilitas saksi-saksi.
Padahal saksi pelapor adalah korban atas penodaan agama yang diduga dilakukan Ahok, sebagaimana juga umat Muslim seluruh dunia yang merasa kitab sucinya dinodai. Pedri mengatakan saksi pelapor hanya menyampaikan apa yang didengar, dilihat dan dirasakan atas peristiwa tindak pidana penodaan agama.