REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Salah satu anggota tim penasihat hukum terdakwa kasus dugaaan penistaan agama, Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok, Humprey R Djemat menilai ada rekayasa skenario besar yang melatarbelakangi kasus kliennya tersebut. Ia juga menuduh fatwa yang dikeluarkan Majelis Ulama Indonesia (MUI) merupakan rekayasa.
"Ini settingan, bahkan sampai sikap dari MUI pun settingan. Demonstrasi 411 atau 212 itu pun settingan," ujar Humprey di Rumah Lembang, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (12/1).
Rekayasa tersebut, jelas Humprey, tampak kental di beberapa hal. Salah satunya adalah saat pengajuan pelaporan dari masing-masing saksi pelapor yang hampir berbarengan sehingga tampak seperti sudah menyusun skenario dan memutuskan untuk melapor secara bersamaan.
"Katanya para saksi tersebut tidak saling kenal, walaupun ada yang bilang mereka pernah ketemu. Mereka bilang tidak kenal, tapi waktu mereka lapor bersamaan, sekitar tanggal 6 Oktober 2016 dan 7 Oktober 2016. Seminggu setelah pidato Ahok," tuturnya.
Selain itu, selama sidang pemeriksaan saksi, beberapa jawaban saksi pelapor hampir seragam. Hal tersebut, kata Humprey, tidak mungkin terjadi kecuali para saksi pelapor saling kenal dan pernah bertemu.
Baca juga, MUI: Pendapat dan Sikap Keagamaan Soal Ahok Lebih Tinggi dari Fatwa.