Kamis 12 Jan 2017 06:48 WIB

Romantisme Megawati, Piagam Jakarta: Jalan Tengah Pancasila 18 Agustus 1945

Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri menyampaikan pidato politiknya pada HUT ke-44 PDIP di Jakarta Convention Center (JCC), Jakarta, Selasa (10/1). HUT ke-44 PDIP yang dihadiri ribuan kader PDIP dari berbagai daerah inimengusung tema
Foto:
Presiden RI Joko Widodo (kiri), berbincang bersama Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri (kanan) saat menghadiri HUT ke-44 PDIP di Jakarta Convention Center (JCC), Jakarta, Selasa (10/1).

Sejak itu, Republik Indonesia berdiri: "Kami bangsa Indonesia... Atas nama Bangsa Indonesia. Soekarno Hatta". Kepala negaranya belum ada! Esoknya baru diumumkan presiden dan wakil presiden, Pancasila, dan UUD 45. Jadi, Pancasila baru muncul 18 Agustus 1945 berikut UUD 45.

Maka, menurut Hukum Tata Negara, yang dimaksud Pancasila adalah Pancasila 18 Agustus 1945. Bukan yg lain. Saya juga tidak setuju dengan penafsiran Pancasila dalam publikasi disertasi Achmad Basarah yang menganalisis dari norma hukum dengan cara menghilangkan strukturalisme norma.

Menurut saya, pemunculan kembali wacana Pancasila 1 Juni 1945 adalah romantisme sejarah dari Megawati dan Basarah. Sesat itu. Jika dipaksakan akan muncul risiko yuridis yang membuat penafsiran UUD 45 menjadi sesat, sementara penafsiran UUD 2002 sudah sangat sesat dan berakibat fatal.

Jika Pancasila sebelum proklamasi dimunculkan, yang terbit bukan saja versi 1 Juni 1945, juga Pancasila versi 22 Juni 1945. Hendaknya yang tak paham Hukum Tata Negara tak usah ikut mengutak-atik konstitusi. Supaya tak tambah sesat.

Saya kira itu tantangan pertama bagi Yudi Latief selaku Deputi Pemantapan Pelaksanaan Pancasila yang kabarnya dipimpim langsung oleh Presiden Jokowi. Itu pekerjaan sulit, melawan romantisme sejarah dari Megawati dan ruling party. Jika versi 1 Juni 1945 lebih kuat, sosialisme menguat, Ketuhanan Yang Maha Esa urutan terbawah sebagaimana Ekasila. Jika versi 22 Juni 1945 menguat, Piagam Jakarta hidup, negara menuju Republik Islam.

Saya kira Pancasila versi 18 Agustus 1945 adalah hasil maksimal yg dapat dicapai oleh kaum nasionalis dengan kaum Muslim. Terserah Yudi Latief lagi, mau digiring ke mana negara ini. Kalau ia mampu melobi ruling party (pemenang pemilu) supaya tak memunculkan paradoks baru 1 Juni tadi, sangat bagus.

Dan jika tidak, versi 22 Juni 1945 akan hidup lagi ketika para ideolog Islam bangkit yang kini sangat kuat. Menurut saya, kembali ke UUD 45 asli adalah jalan tengah, konstitusional, dan sesuai gezets gebung wischenscaf.

*Djoko Edhi Abdurrahman, mantan anggota Komisi Hukum DPR

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement