Rabu 11 Jan 2017 05:27 WIB

KPK Bakal Dalami Kasus Pajak Inalum

Rep: Umar Mukhtar/ Red: Nidia Zuraya
PT Inalum
PT Inalum

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Rahardjo mengatakan bakal mendalami dan menelusuri jejak kasus penetapan Pajak Air Permukaan (PAP) yang dianggap sangat memberatkan PT Indonesia Asahan Alumunium (Inalum). Agus juga mengatakan akan menggali informasi lebih jauh terkait persoalan tersebut.

"Kami akan pelajari kabar ini, kami akan telusuri," kata Agus dalam keterangan pers yang diterima, Selasa (10/1).

Soal apakah KPK akan langsung memeriksa Gatot yang kini tengah mendekam di penjara terkait kabar ini, Agus Rahardjo tidak menjelaskannya secara rinci. Namun, ia menegaskan, akan menggali informasi tersebut. "Soal isu ini, kami akan telusuri," kata dia.

Pengamat yang juga merupakan praktisi sosial, Fitri D Sentana, mengatakan, sudah sepatutnya KPK turut serta mengawasi jalannya upaya hukum yang dijalankan PT Inalum baik itu di pengadilan pajak maupun di lembaga hukum tingkatan mana pun agar keadilan benar-benar terwujud.

Fitri menambahkan, jika mengingat sejarah rencana pembangunan PLTA Asahan ini pada zaman Pak Harto tahun 1972 jelas-jelas disebutkan pengguna utama dari listrik yang dihasilkan PLTA Asahan adalah untuk Inalum.

Apalagi, lanjut dia, sekarang Inalum adalah milik BUMN dan sudah jelas milik rakyat Indonesia. Karena itu, sudah sepatutnya benar-benar diperhatikan. "Saya akan bantu KPK dan aparat terkait untuk memberikan bahan-bahan yang dibutuhkan untuk mempermudah penelusuran yang dijanjikan pak Agus," ujar dia.

Fitri menjelaskan, pada 6 Januari 1976, PT Inalum, sebuah perusahaan patungan antara Pemerintah Indonesia didirikan di Jakarta. Inalum adalah perusahaan yang membangun dan mengoperasikan proyek Asahan, sesuai dengan perjanjian induk. "Logikanya ke mana pihak gubernur, Inalum yang membangun sendiri, sekarang mau disusahkan dengan pajak, yang benar saja," ujar Fitri.

Untuk diketahui, kisruh penetapan PAP PT Indonesia Asahan Alumunium (Inalum Persero) oleh Pemprov Sumatra Utara menemukan babak baru. Pajak yang mencekik salah satu BUMN hingga ratusan miliar itu disebut-sebut sebagai 'permainan' Gatot Pujo Nugroho saat menjabat sebagai gubernur Sumatra Utara.

Sebelum jadi pesakitan KPK dalam kasus suap kepada anggota DPRD Sumut, Gatot pernah 'mendekati' tim perunding PT Inalum. Ini tidak lain karena kinerja Inalum yang terbilang sukses sehingga mendapatkan laba yang selalu tinggi.

Disebutkan, Gatot mendekati tim perunding Inalum untuk mendapatkan 'jatah'. Namun, usahanya untuk mendapatkan jatah itu bertepuk sebelah tangan. Tim perunding Inalum tersebut enggan melayani kemauan Gatot.

Kesal atas sikap petinggi Inalum, Gatot disebut-sebut marah dan mengancam menaikkan PAP Inalum. Setelah peristiwa itu, Pemprov Sumut akhirnya menetapkan pajak Inalum berdasarkan tarif industri progresif sebesar Rp 1.444 meter kubik dengan pajak selama satu tahun PT Inalum (Asahan II) mencapai di atas Rp 500 miliar.

Inalum merasa keberatan dengan besaran pajak yang dikenakan oleh Pemprov Sumut karena dinilai tidak adil, terutama ketika dibandingkan dengan PAP yang dikenakan terhadap PT PLN (Persero).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement