REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menyatakan keberatan terhadap kebijakan pemerintah menaikkan tarif. Mereka meminta pemerintah mengkaji ulang kebijakan untuk menainkkan harga tarif tenaga listrik (TTL), bahan bakar minyak (BBM) dan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) terhadap STNK, BPKB dan SIM.
"Melihat kondisi pertumbuhan ekonomi dan rill rakyat, kita menyatakan keberatan dengan kebijakan pemerintah itu," kata Wakil Ketua Fraksi PKS bidang Ekonomi, Ecky Awal Mucharam di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (6/1).
Pertama, ia mengatakan, Fraksi PKS paham kewenangan menaikkan harga tersebut merupakan domain pemerintah. Namun, ia melanjutkan, sebagai wakil rakyat, PKS merasa punya tanggung jawab moral dan konstitusional untuk menyampaikan suara keberatan rakyat atas kenaikan harga itu.
Menurutnya, pemerintah tidak boleh menaikkan harga di tengah kondisi perekonomian yang sulit. Sehingga, Fraksi PKS meminta pemerintah mengevaluasi kebijakan tersebut untuk kepentingan rakyat.
Kedua, Ecky mengatakan, Fraksi PKS meminta pemerintah fokus dalam upaya meningkatkan kesejahteraan rakyat, sebelum menaikkan sejumlah harga. Ketiga, Ecky berujar, kenaikan TTL dan mencabut subsidi bagi golongan 900 VA akan menimbulkan masalah.
Ia memperkirakan, kebijakan ini akan membuat golongan 900 VA membayar listrik sebesar Rp 111.054 per bulan. Menurutnya, besaran tersebut sangat memberatkan pengguna golongan 900 VA yang berjumlah 18,9 juta.
Selain itu, menurutnya, pemerintah harus mencari waktu yang pas untuk menaikkan harga BBM bukan subsidi. Ia khawatir, kenaikan harga yang bersamaan akan menimbulkan berbagai efek bagi perekonomian.
"Untuk mengurangi harga kenaikan mingyak internasional, kita minta pemerintah tak membebankan pada masyarakat," jelasnya.
Selain itu, Ecky menambahkan, Fraksi PKS menilai kenaikan harga PNBP terhadap STNP, SIM, dan BPKB sebesar 100 persen hingga 275 persen, terlalu besar. Belum lagi, menurutnya, kenaikan ini telah memunculkan kontroversi tersendiri. Ia menilai, pemerintah atau kepolisian saling lempar tanggung jawab atas kenaikan harga PNBP.
"Kita menyarankan pemerintah mencabut PP 60/2016 tentang jenis dan tarif atas PNBP, kemudian mengevaluasi dan merevisi besaran tarif," tutur dia.