REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Status tanggap darurat bencana banjir yang melanda Kota Bima, Nusa Tenggara Barat (NTB), diperpanjang selama tujuh hari mulai tanggal 6 hingga 12 Januari 2017. Kepala Pusat Data Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana Sutopo Purwo Nugroho mengatakan perpanjangan masa tanggap darurat dikarenakan masih perlunya penanganan akibat banjir di sejumlah bidang yang terbagi dalam klaster.
Sutopo mengatakan di klaster pendidikan masih banyak fasilitas pendidikan yang rusak. Selain itu anak-anak korban banjir juga masih mengalami trauma dan kekurangan perlengkapan belajar. Masalah volume sampah yang dibawa oleh banjir bandang juga belum dapat dituntaskan dan terkendala di tempat penampungan sampah.
"Kondisi drainase yang dangkal dan tertutup sampah sehingga setiap hujan lebat langsung terjadi genangan," kata Sutopo, Kamis (5/1).
Sementara tim medis terus melayani masyarakat terdampak. Sebanyak 3.270 rumah sudah dilakukan kaporisasi dari 15.900 rumah terdampak bencana banjir bandang, lanjutnya. Sutopo menyebutkan masih terdapat 900 jiwa mengungsi di sembilan titik pengungsian. Jumlah pengungsi masih naik-turun mengingat trauma masyarakat yang langsung berlari ke posko pengungsian saat turun hujan lebat.
"Kondisi sungai-sungai dangkal pasca banjir dan mudah meluap kembali jika hujan deras. Perlu ada penanganan normalisasi sungai," ujar Sutopo.
Banjir besar yang merendam Kota Bima pada 21 dan 23 Desember 2016 masih mengakibatkan dampak yang besar. Tercatat 229 unit rumah hanyut, 716 rumah rusak berat, 739 rumah rusak sedang dan 17.706 unit terrendam. Sebanyak 63 unit fasilitas kesehatan rusak dan 27 sekolah mulai SD hingga SMA/SMK rusak.
Sedangkan kerusakan infrastruktur meliputi sembilan jembatan rusak, jalan dalam kota rusak sepanjang 40 kilometer, lima PDAM rusak berat dan satu DAM rusak sedang.