Jumat 30 Dec 2016 19:18 WIB

Pemerintah Kaji Sanksi Denda Bagi Media Penyebar Informasi Bohong

Rep: Halimatus Sa'diyah/ Red: Teguh Firmansyah
Kepala Staf Kepresidenan Teten Masduki.
Foto: Republika/Rakhmawaty La'lang
Kepala Staf Kepresidenan Teten Masduki.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Kantor Staf Kepresidenan Teten Masduki menyebut bahwa pemerintah saat ini sedang mengkaji opsi denda bagi perusahaan media yang menyebarkan informasi palsu.

Opsi tersebut dianggap sebagai salah satu cara efektif untuk menangkal berita-berita palsu di media sosial yang telah menyesatkan persepsi banyak masyarakat.

"Sedang dibahas opsi-opsi, termasuk denda. Ini bagian dari upaya membangun demokrasi yang sehat, bukan pembatasan," ujarnya, di Istana Kepresidenan Jakarta, Jumat (30/12).

Menurut Teten, sanksi berupa denda bagi media penyebar informasi hoax telah lebih dulu diterapkan di Jerman. Selain denda, negara tersebut juga memiliki regulasi yang mewajibkan apilkasi media sosial seperti Facebook dan Twitter untuk menghapus tautan dan informasi berkategori fitnah dan provokasi dalam waktu 24 jam. Teten menilai, aturan serupa harusnya juga diterapkan di Indonesia.

Pada Kamis (29/12) lalu, Presiden Jokowi secara khusus memimpin rapat terbatas untuk membahas antisipasi perkembangan media sosial. Saat membuka rapat, ia meminta Kementerian Komunikasi dan Informatika melakukan evaluasi pada sejumlah media online yang memproduksi berita bohong dan provokatif. Presiden juga menginstruksikan adanya tindakan tegas pada media-media fiktif.

"Penegakan hukum harus tegas dan keras untuk hal ini. Kita harus evaluasi media-media online yang memproduksi berita-berita bohong tanpa sumber yang jelas, dengan judul yang provokatoif, mengandung fitnah," ujar Jokowi.

Baca juga, Jokowi Minta Media Online Dievaluasi.

.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement