REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN – Sepanjang 2016, puluhan kasus klitih telah terjadi di DIY. Aksi tersebut menimbul banyak korban jiwa, ada pula yang sampai meninggal dunia. Kapolda DIY, Kombes Pol Ahmad Dofiri menyampaikan, hingga akhir tahun ini telah terjadi 43 kasus klithih yang tercatat di jajaran kepolisian wilayah DIY.
"Meski tidak masuk dalam kasus luar biasa, yang paling menyedot perhatian saat ini adalah kasus tawuran pelajar atau klitih. Padahal Yogyakarta sendiri dikenal sebagai kota pelajar," ujar Dofiri, Kamis (29/12). Adapun yang paling parah adalah kasus yang menewaskan siswa SMA Muhammadiyah 1 Yogyakarta beberapa pekan lalu.
Menurutnya, klitih telah mencoreng citra Yogyakarta sebagai Kota Pelajar. Peristiwa ini sangat kontradiktif dan menjadi tantangan bagi visi pemerintah daerah yang memiliki target untuk menjadikan DIY sebagai Kota Wisata dan Pelajar di Asia pada 2030.
Dofiri menjelaskan, kebanyakan pelaku klitih merupakan remaja di bawah umur. Maka itu, dari puluhan kasus tersebut, tujuh di antaranya diseleasikan secara diversi atau dikembalikan pada keluarga sesuai dengan Undang Undang (UU) Peradilan Anak.
Sementara tujuh kasus lainnya telah dilimpahkan ke kejaksaan. Termasuk kasus yang menewasakan pelajar SMA Muhammadiyah 1 Yogyakarta di Bantul. “Sisanya masih dalam proses hukum di pihak kepolisian,” kata Dofiri.
Sementara itu, Psikolog Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Sleman, Nurtika Ulfah menyampaikan, penanganan kasus kenakalan remaja melalui cara diversi tidak sepenuhnya akan efektif. Pasalnya diversi baru bisa dilakukan apabila keluarga telah memiliki ketahanan yang kuat.
Sementara kebanyakan pelaku klithih nekat melancarkan aksinya karena merasa ketidakpuasan terhadap orang tua mereka. Sehingga diversi malah bisa menjadi langkah yang tidak tepat.
Menurut Ulfah, penyelesaian kasus klithih harus dilakukan melalui pembinaan remaja secara lintas sektoral secara bersama-sama. “Penyelesaiannya tidak bisa hanya dilimpahkan kepada keluarga, tapi lingkungan masyarakat, sekolah, dan pemerintah juga harus terlibat. Termasuk aparat keamanan,” papar psikolog lulusan UGM itu menjelaskan.