REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Eksepsi Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) ditolak dalam putusan sela di sidang lanjutan, Selasa (27/12). Pakar hukum pidana UII Yogyakarta, Prof Mudzakir, berharap, langkah selanjutnya adalah mengadili substansi perkara.
“Harus segera masuk ke substansi perkara. Artinya, ada pembuktian-pembuktian. Pertama biasanya adalah (pemanggilan) saksi-saksi atau mungkin, pembuktian-pembuktian surat yang telah disiapkan penuntut umum agar diuji dalam sidang pengadilan. Termasuk juga ahli,” jelas Mudzakir saat dihubungi, Selasa (27/12).
Guru Besar tersebut menilai, tidak perlu lagi ada ujaran-ujaran yang sifatnya bombastis di ruang persidangan selanjutnya. Dalam arti, pengadilan bukanlah ajang bagi satu kubu untuk menjatuhkan kubu lain.
“Dalam proses ini, menurut saya, hakim harus menunjukkan profesionalismenya. Demikian pula jaksa. Yang penting adalah, akurasi dalam proses pembuktian dan akurasi dalam interpretasi hukum,” kata dia.
Mudzakir berharap agar jalannya persidangan jangan sampai disusupi kepentingan politik, baik yang terang-terangan maupun tersembunyi. Begitu pula, ia menilai pentingnya persidangan untuk tidak keluar konteks yakni mencampur-adukkan kasus penistaan agama Islam dengan soal-soal lain.
“Kalau perspektif agama lain dimasukkan di situ, nanti seolah-olah bukan mengadili penistaan agama, tetapi mengadili agama lain. Makanya pastikan harus steril dari atribut-atribut agama lain. Biar saja ini (kasus penistaan agama) diuji oleh lembaga independen.”
“Kita lurus-lurus saja, dalam konteks ini, penodaan agama. Objeknya adalah Alquran, kitab sucinya umat Islam. Yang lain tidak perlu cawe-cawe lah. Politik atau agama lain (di luar Islam) tidak perlu cawe-cawe. Biar diuji di pengadilan,” tuturnya.