Selasa 27 Dec 2016 20:34 WIB

Pergeseran Jembatan Cisomang Jadi Pelajaran dalam Bangun Infrastruktur

Rep: Qommarria Rostanti/ Red: Bilal Ramadhan
Pekerja dari Jasa Marga memperbaiki retakan pada pilar jembatan Cisomang Jalan Tol Pubaleunyi KM 100 akibat pergeseran, perbatasan Kabupaten Bandung Barat dan Kabupaten Purwakarta, Jumat (23/12).
Foto: Republika/Mahmud Muhyidin
Pekerja dari Jasa Marga memperbaiki retakan pada pilar jembatan Cisomang Jalan Tol Pubaleunyi KM 100 akibat pergeseran, perbatasan Kabupaten Bandung Barat dan Kabupaten Purwakarta, Jumat (23/12).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pergeseran Jembatan Cisomang bagian dari Tol Cipularang dinilai menjadi pembelajaran bagi semua pihak dalam membangun infrastruktur di Indonesia. Pengamat transportasi Djoko Setijowarno mengatakan kondisi geografis dan geologis menjadi pertimbangan awal  membangun infrastruktur.

"Pemerintah Hindia Belanda sudah mengajarkan dalam hal memilih trace (garis tengah atau sumbu jalan) jalan raya dan jalan rel. Meski berkelok dan terkesan lamban waktu perjalanan tapi tidak menimbulkan kecekaan yang fatal," ujarnya, Selasa (27/12).

Wakil Ketua Bidang Advokasi dan Riset Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) ini menyebut jalur kereta api (KA) Jakarta-Bandung yang berkelok-kelok pernah bisa ditempuh dalam waktu 2,5 jam pada masa itu. Memang jalur KRL Jabodetabek dan KA antar-kota belum sepadat sekarang.

Menurut Djoko, jika sekarang pada jalur lama sering terjadi longsor, hal itu lebih disebabkan karena adanya perubahan tata guna lahan, bukan salah pilih sumbu jalan. Masih ada lagi sumbu jalan yang mungkin dapat dianggap sejenis, yakni Tol Semarang-Bawen.

Dia mengatakan dengan perkembangan teknologi konstruksi dan pengetahuan ilmu geologi dan geoteknik lebih mendalam, ada keinginan waktu tempuh perjalanan yang lebih cepat. Untuk itu Djoko menyarankan agar pilihlah sumbu jalan jalur transportasi yang lebih pendek.

Di sisi lain, dia mengimbau agar pemerintah perlu memperhatikan pilihan rencana sumbu jalan untuk kereta cepat Jakarta-Bandung. "Karena trace yang akan dilewati tidak berjauhan dengan trace jalan tol Cipularang," kata dia.

Bagaimanapun, ujar Djoko, kondisi alam sebaiknya jangan selalu dilawan atau dipertentangkan. Perlu menjaga keseimbangan alam supaya tidak menimbulkan bencana di kemudian hari. "Menjaga keseimbangan alam adalah penting. Terlebih menjaga keselamatan pengguna jasa transportasi," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement