REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua tim hukum terdakwa kasus dugaan penistaan agama Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), Trimoelja Soerjadi mengaku kecewa dengan putusan sela majelis hakim dalam sidang lanjutan kasus tersebut.
"Tentu kami kecewa ya, harapan kami itu eksepsi dikabulkan, " katanya di eks Gedung Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Selasa (27/12).
Namun begitu, ia mengatakan pihaknya tetap menghormati putusan pengadilan. Menurutnya beda pendapat adalah hal yang biasa. "Jadi kami akan menempuh upaya hukum pada waktunya. Kami tetap menghormati putusan pengadilan, jadi kami tunggu saja minggu depan mulai pemeriksaan saksi," ujarnya.
Trimoelja melanjutkan, tim kuasa hukum akan mendatangkan saksi yang meringankan. "Pasti ada ya, tapi kalau melihat situasi tidak bijak saya menyampaikan siapa saksi saksinya karena ini menyangkut keselamatan dan keamanan mereka," kata dia.
Selain itu, sambung dia, tim kuasa hukum Ahok menyatakan tetap bertahan pada eksepsi yang telah diajukan. Karena, menurutnya sudah sangat jelas bahwa Jaksa Penuntut Umum telah mengesampingkan mekanisme yang diatur dalam Undang-Undang No. 1/PNPS/1965 terhadap seseorang yang diduga melakukan penafsiran yang menyimpang tentang sesuatu agama yang dianut di Indonesia, yaitu prosedur mengenai peringatan keras untuk menghentikan perbuatan itu.
"Dimana prosedur peringatan keras tersebut diperkuat oleh pertimbangan hukum dalam Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No. 84/PUU - X – 2012. Faktanya hingga saat ini Basuki Tjahaja Purnama belum pernah mendapatkan peringatan sebagaimana yang diatur dalam UU tersebut," jelasnya.
"Bahwa UU No. 1/PNPS/1965 tersebut belum pernah dicabut ataupun dibatalkan, untuk itu UU No.1/PNPS/1965 masih berlaku dan masih merupakan hukum positif yang harus ditaati," tegasnya.