REPUBLIKA.CO.ID, MEULABOH -- Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Stasiun Meulaboh-Nagan Raya menegaskan tidak ada gempa susulan setelah guncangan gempa tektonik berkekuatan 4,9 Skala Richter pada Selasa pukul 01.24 WIB.
Kepala BMKG Stasiun Meulaboh-Nagan Raya Edi Darlupti di Meulaboh mengatakan gempa tersebut tidak berpotensi tsunami, namun guncangannya cukup kuat dirasakan masyarakat di wilayah Kota Meulaboh, Kabupaten Aceh Barat. "Standar keluar peringatan tsunami apabila kekuatan gempa di atas 6,6 SR dengan kedalaman 10 Km. Jadi karena kekuatan dan kedalaman gempa tidak seperti itu, maka alarm peringatan dini tsunami pun tidak berbunyi," katanya, Selasa (27/12).
BMKG merilis gempa berkekuatan 4,9 SR terjadi pada Selasa ini pukul 01.24.33 WIB, berlokasi di 4,02 Lintang Utara (LU), 95,81 Bujur Timur (BT), atau di laut 71 km Selatan Calang, Kabupaten Aceh Jaya, Provinsi Aceh, pada kedalaman 19 Km. Edi mengatakan dua unit Tsunami Early Warning System (TEWS) yang telah diserahkanterimakan pengelolaannya kepada Pemkab Aceh Barat masih utuh dan berfungsi dengan baik sebagai alat pemberi peringatan kepada masyarakat.
Pengendalian TEWS tersebut menggunakan tombol manual di Pusat Data dan Pengelolala Informasi (Pusdalop) Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Aceh Barat, ataupun alat itu bisa difungsikan secara interkoneksi oleh BMKG. "Setiap 26 Desember TEWS itu selalu dilakukan uji coba sebagai pengecekan untuk memastikan kondisinya masih baik. Pemeriksaan itu berkala, kalaupun nanti terjadi kerusakan maka akan diperbaiki, pemeriksaan kemarin masih berfungsi baik," ujarnya.
Gempa tersebut cukup terasa guncangannya sekitar delapan-10 detik mengayun dan kemudian berhenti, demikian juga masyarakat berada di pusat gempa yakni Calang, Aceh Jaya melaporkan saat terjadi gempa warga di sana berhamburan keluar rumah.
Fajri, warga Mon Mata, Kabupaten Aceh Jaya menyampaikan, tidak ada kepanikan warga saat merasakan goyangan gempa, warga hanya keluar dari bangunan untuk menghindari dari kemungkinan-kemungkinan risiko bencana. Hal itu belajar dari gempa di Pidie Jaya, Aceh pada 7 Desember 2016, berkekuatan 6,5 SR yang merubuhkan bangunan, rumah, masjid, infrastruktur jalan dan menelan korban jiwa lebih dari 100 orang.
"Kami keluar hanya untuk menghindari bangunan runtuh, karena kan belum diketahui berapa kekuatan gempa atau bisa terjadi gempa susulan saat itu. Lebih memilih keluar dari rumah untuk beberapa menit melihat perkembangan," katanya.