Selasa 27 Dec 2016 13:29 WIB

MTI: Insfrastruktur Transportasi Harus Perhatikan Kondisi Geografis

Rep: Kabul Astuti/ Red: Andi Nur Aminah
Para petugas melakukan pemerikasaan di bawah Jembatan Cisomang, Kabupaten Purwakarta, Jumat (23/12).
Foto: Republika/Ita Nina Winarsih
Para petugas melakukan pemerikasaan di bawah Jembatan Cisomang, Kabupaten Purwakarta, Jumat (23/12).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI), Djoko Soetijowarno, mengatakan pergeseran Jembatan Cisomang Tol Cipularang KM 100+800, setidaknya menjadi pembelajaran bagi semua pihak dalam membangun infrastruktur transportasi di Indonesia. "Kondisi geografis dan geologis menjadi pertimbangan awal ketika membangun infrastruktur. Pemerintah Hindia Belanda sudah mengajarkan dalam hal memilih trace jalan raya dan jalan rel," kata Djoko Soetijowarno, Selasa (27/12).  

Meski berkelok dan terkesan lamban waktu tempuhnya, menurut Djoko, tapi tidak menimbulkan kecelakaan yang fatal. Jalur KA Jakarta-Bandung yang berkelok-kelok, pernah bisa ditempuh 2,5 jam pada masa itu. Memang jalur KRL Jabodetabek dan KA antarkota belum sepadat sekarang.

Djoko menerangkan, jika sekarang pada jalur lama sering terjadi longsor, lebih disebabkan adanya perubahan tata guna lahan, bukan salah pilih trek atau jalur. Masih ada lagi trek yang mungkin dapat dianggap sejenis, yakni Jalan Tol Semarang-Bawen di Jawa Tengah.

Dengan perkembangan teknologi konstruksi dan pengetahuan ilmu geologi dan geoteknik lebih mendalam, Djoko menuturkan, ada keinginan untuk membangun infrastruktur trasnportasi yang membutuhkan waktu tempuh perjalanan yang lebih cepat. Maka, dipilihlah trek jalur transportasi yang lebih pendek.

Menurut dia, pilihan rencana trek kereta cepat (high speed train) Jakarta-Bandung juga perlu memperhatikan dan mempertimbangkan faktor ini karena trace yang akan dilewati tidak berjauhan dengan trek jalan tol Cipularang.

"Menjaga keseimbangan alam adalah penting. Terlebih menjaga keselamatan pengguna jasa transportasi. Yang namanya kondisi alam jangan selalu dilawan atau dipertentangkan. Perlu menjaga keseimbangan alam, supaya tidak menimbulkan bencana di kemudian hari," ujar pengamat MTI ini.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement