Rabu 21 Dec 2016 19:32 WIB

Komnas Perempuan: Kepala Daerah Perempuan Harus Peka

Rep: Dian Erika Nugraheny/ Red: Esthi Maharani
KOmnas Perempuan
KOmnas Perempuan

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisioner Komnas Perempuan, Khoriroh Ali, mengatakan perempuan yang menjadi kepala daerah sebaiknya selalu peka terhadap golongan minoritas. Masyarakat Indonesia masih menganut sistem role model (teladan) dalam memandang kepemimpinan seorang perempuan.

"Tidak hanya berpihak pada perempuan dan anak, kepala daerah perempuan itu harus peka kepada golongan minoritas. Misalnya saja, kaum penyandang disabilitas, warga lansia, warga miskin dan sebagainya," ujar Khoriroh kepada Republika di Jakarta, Rabu (21/12).

Ia juga menyarankan agar kebijakan kepala daerah perempuan harus mampu merangkul berbagai golongan masyarakat. Menurutnya, komitmen kepala daerah perempuan memiliki tugas dan komitmen lebih berat pada saat memimpin.

Sebab, selain harus menjalankan visi, misi dan program, mereka harus membuktikan kualitasnya sebagai pemimpin. Hal ini, lanjut dia, tidak lepas dari stigma yang masih ada di kalangan masyarakat soal kepemimpinan perempuan.

"Untuk bisa membuktikan kualitasnya, kepala daerah perempuan memang harus bekerja lebih keras menjaga kepercayaan masyarakat. Kita perlu mengapresiasi kondisi saat ini di mana masyarakat sudah banyak menaruh harapan terhadap kepemimpinan perempuan," tutur Khoriroh.

Selain itu, latar belakang kepala daerah perempuan yang masih didominasi oleh segelintir pihak, yakni kalangan kader parpol, mantan anggota legislatif dan kerabat mantan pejawat atau elit politik juga masih membayangi kinerja mereka. Komnas Perempuan mencatat, perempuan yang berasal dari luar lingkup tiga latar belakang itu harus berjuang sangat keras sebelum bisa menjadi kepala daerah.

Khoriroh mencontohkan, perempuan lebih dulu merintis karier sebagai aktivis atau birokrat sebelum dilirik oleh parpol sebagai calon kepala daerah. "Prosesnya memakan waktu lama, atau bahkan bisa sangat lama. Hanya segelintir perempuan yang mampu menjalani proses itu," ungkap dia.

Namun, ke depannya dia memperkirakan akan ada semakin banyak perempuan dengan latar belakang non partai politik maupun keterikatan dengan dinasti tertentu yang dapat menjadi pemimpin. Ia mencontohkan keberadaan Tri Rismaharini (Kota Surabaya) dan Chusnunia Chalim (Bupati Lampung Timur).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement