REPUBLIKA.CO.ID, KARAWANG -- P2TP2A Kabupaten Karawang, mengklaim, kasus kekerasan terhadap anak dan perempuan di wilayah ini cukup tinggi. Saat ini, kasus tersebut mencapai 47 kekerasan.
Tahun lalu, kasus kekerasan hanya mencapai 40. Kekerasan ini dianggap menjadi fenomena gunung es, yang tampak hanya dipermukaannya saja.
Sekertaris P2TP2A Kabupaten Karawang, Nina Razina, mengatakan, tahun ini ada peningkatan tren laporan menganai kasus kekerasan terhadap anak dan perempuan. Dari 47 kasus ini, mayoritas merupakan masalah kekerasan terhadap perempuan. "30 kasus yaitu KDRT," ujar Nina, kepada Republika, Rabu (21/12).
Sisanya, lima kasus yaitu trafficking. Kasus perdagangan orang ini, tiga di antaranya melibatkan anak di bawah umur. Mereka, dijual ke Bali untuk dijadikan pekerja seks komersial. Dua kasusnya, yaitu yang menjadi TKI.
Sisanya, 12 kasus lagi yaitu kekerasan terhadap anak. Dengan tingginya kasus kekerasan ini, lanjut Nina, perlu penanganan serius. Makanya, dalam penanganannya dibutuhkan keterlibatan dari semua pihak. Termasuk, aparat kepolisian.
Saat ini, lanjut Nina, di Karawang sudah terbentuk satuan tugas di masing-masing kecamatan. Selain itu, pihaknya juga menggandeng tokoh agama. Supaya, bila ada kasus kekerasan yang masih bisa didamaikan, maka akan diberi wejangan oleh tokoh agama tersebut. "Kalau masalahnya ringan, maka akan kita fasilitasi untuk rujuk," ujarnya.
Akan tetapi, bila masalahnya berat lalu sampai dibawa ke ranah hukum, maka P2TP2A memberikan fasilitas advokasi terhadap korban. Biasanya, yang sampai ke ranah hukum, selain kekerasan dalam rumah tangga, juga mengenai perebutan hak asuh anak.
Sementara itu, Kepala Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana Kabupaten Karawang, Banuara Nadeak, mengatakan, pihaknya meyakini banyak kasus kekerasan terhadap anak dan perempuan yang tidak dilaporkan. Ada beberapa faktor penyebabnya. Seperti, malu dan takut. "Makanya, saat ini kita melakukan pendampingan, supaya mereka mau melaporkan bila terjadi kekerasan," ujarnya.