REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan pertemuan dengan Pusat Polisi Militer (Puspom) TNI pada Selasa (20/12). Pertemuan terkait pengusutan kasus dugaan korupsi pengadaan satelit monitoring di Badan Keamanan Laut (Bakamla) tahun 2016.
Juru Bicara KPK, Febri Diansyah mengungkapkan, pertemuan KPK dengan Komandan Puspom TNI Mayjen Dodik Wijanarko sebagai ajang pertukaran informasi kedua belah pihak. Puspom TNI, menurut Febri, telah berkomitmen mengusut kasus suap di Bakamla yang berhubungan dengan anggota TNI.
"Diduga ada pihak TNI yang terlibat dalam perkara itu, jadi KPK tetap melakukan penyidikan dan melakukan koordinasi dan Puspom menangani pihak-pihak lain (anggota TNI) yang terindikasi atau terlibat dalam perkara yang kita sidik saat ini," kata Febri di Gedung KPK, Jalan HR Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan, Selasa (20/12) malam.
Menurut Febri, KPK menyerahkan penindakan anggota TNI terlibat kepada Puspom TNI mengingat keterbatasan KPK menindak oknum TNI. Namun, KPK siap bertukar informasi dengan Puspom TNI guna kelancaran penanganan perkara.
Sesuai komitmen kedua belah pihak saling berkoordinasi dengan semangat pemberantasan korupsi. Terlebih ini merupakan kasus pertama ditangani dua pihak KPK-Puspom TNI. "Sejauh ini, koordinasi pertukaran info, penanganan sesuai kewenangan masing-masing, KPK percaya TNI serius menangani karena ada semangat pemberantasan," kata Febri.
Namun, KPK tidak dapat memastikan apakah ada pihak dari anggota TNI yang ditingkatkan statusnya sebagai tersangka kasus sebagai tindaklanjut koordinasi tersebut ini. Pasalnya, penyelidikan maupun penyidikan menjadi kewenangan penuh Puspom TNI.
KPK hanya akan memberi informasi sesuai kebutuhan dan wewenang yang bisa dilakukan KPK."Apakah ada tersangka dari TNI dan proses wilayah peradilan militer lebih tepat diumumkan pihak berwenang, tapi benar kami lakukan koordinasi dan cukup baik bahkan proses penyelidikan penyidikan sesuai kewenangan TNI akan dilakukan puspom tadi," kata dia.
Febri mengungkap indikasi KPK atas keterlibatan oknum TNI adalah sebagai pihak penerima, selain Deputi Informasi Hukum dan Kerjasama Badan Keamanan Laut, Eko Susilo Hadi (ESH). "Tapi siapa dan berapa dan sampai di mana proses teknisnya tentu saja yang berwenang pihak yang menangani (Puspom TNI)," kata Febri.