Kamis 15 Dec 2016 17:41 WIB

LIPI Kukuhkan Dua Profesor Riset Baru

LIPI
LIPI

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) mengukuhkan dua orang profesor riset baru, yaitu ilmuwan Loka Penelitian Teknologi Bersih LIPI, Myrtha Karina Sancoyorini dan ilmuwan Pusat Penelitian Geoteknologi LIPI Muh Rahman Djuwansah. Dua orang ilmuwan yang akan menjadi profesor riset baru di LIPI tersebut merupakan peneliti yang memiliki keahlian bidang keilmuan yang berbeda.

Myrtha Karina Sancoyorini menyampaikan orasi ilmiah bidang lignoselulosa atau zat tumbuhan kering (biomassa) dan mengkaji masalah lingkungan yang diakibatkan oleh pemakaian material polimer sintetik yang sulit didegradasi secara alami. Menurut dia, selulosa atau zat yang membuat sebagian besar dinding sel tanaman bisa dijadikan sebagai bahan alternatif pembuatan komposit untuk bahan bangunan dan komponen otomotif.

"Selulosa juga dapat berperan sebagai bioplastik untuk pengemas dan sebagai komponen elektronik," ujar dia.

Sementara itu, bahan lignin atau zat kayu dapat dimanfaatkan sebagai perekat kayu dengan emisi formaldehida (formalin) yang rendah untuk bahan pemula serat karbon bagi komposit kampas rem yang selama ini masih menggunakan asbes.

"Teknologi pemisahan selulosa dan lignin dengan cara eksplosi adalah metode baru yang ramah lingkungan karena menggunakan sedikit bahan kimia dan bisa diaplikasikan di industri kertas," kata Myrtha.

Dia melanjutkan meskipun lignoselulosa mudah diperoleh, zat tersebut rentan pembusukan, degradasi oleh sinar ultra violet, dan perubahan dimensi. Hal tersebut terjadi karena selulosa dan lignin mudah menyerap air. Dia berharap penelitiannya terkait pengembangan lignoselulosa untuk material ramah lingkungan akan sesuai dengan program pemerintah tentang produk ramah lingkungan dan industri yang berdaya saing.

"Untuk mengantisipasi masalah yang rentan terjadi pada selulosa dan lignin, maka diperlukan perlakuan 'cold-plasma' dan penggunaan pengawet yang ramah lingkungan," ujar Myrtha.

Sementara itu, Muh Rahman Djuwansah menyampaikan tentang pengelolaan sumber daya air dan lahan, mengingat bencana terkait air dan lahan merupakan persoalan penting. "Kasus kelangkaan air, kualitas air, dan bencana seperti banjir, longsor, dan kebakaran hutan salah satu penyebabnya adalah pengelolaan sumber daya air dan lahan yang digunakan melebihi kapasitasnya," kata dia.

Rahman mengatakan program perlindungan dan rehabilitasi lingkungan terkait lahan dan air seharusnya bisa lebih terukur dan terarah. Di masa depan, tekanan pada sumber daya air akan semakin besar dan kompleks karena jumlah penduduk yang bertambah dan perubahan variabilitas iklim.

Idealnya, ketersediaan air di daerah aliran sungai Indonesia terdata secara komprehensif sehingga bisa dimanfaatkan sebagai informasi dasar pengembangan wilayah. Menurut Rahman, kebijakan pengelolaan sumber daya air dan lahan akan mengurangi risiko terjadinya masalah di masa depan.

"Daerah seperti Jawa Barat, Kepulauan Riau, Bangka Belitung, dan Kabupaten Serang sudah merasakan perlunya ketersediaan informasi tentang jumlah ketersediaan air di wilayahnya sehingga mereka dapat memproyeksikan pembangunan daerah sesuai ketersediaan sumber daya air," kata dia. 

sumber : antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement