Rabu 14 Dec 2016 18:05 WIB

Masih Banyak Ortu Sembunyikan Anak dengan Disabilitas

Rep: Zuli Istiqomah/ Red: Indira Rezkisari
Sejumlah siswa SLB melakukan latihan jelang pembukaan Pekan Paralimpik Nasional (Peparnas) XV 2016 di Stadion Siliwangi Bandung, Jl Aceh, Kota Bandung, Rabu (12/10).
Foto: Republika/Mahmud Muhyidin
Sejumlah siswa SLB melakukan latihan jelang pembukaan Pekan Paralimpik Nasional (Peparnas) XV 2016 di Stadion Siliwangi Bandung, Jl Aceh, Kota Bandung, Rabu (12/10).

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Sekolah merupakan salah satu institusi yang dapat membangun karakter dan menjadi salah satu wadah untuk pencegahan kekerasan pada anak. Untuk itu, Ketua Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Provinsi Jawa Barat, Netty Heryawan mengatakan penting untuk para guru memahami dan menghindari tindakan yang dapat berujung kekerasan terhadap anak.

Hal tersebut diungkapkannya pada Diseminasi Informasi Kekerasan Pada Anak Bagi Guru SLB se-Bandung Raya di Aula Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat. Kegiatan ini dilaksanakan atas kerjasama Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat dan P2TP2A Provinsi Jawa Barat. Netty mengungkapkan di masyarakat masih ada orangtua yang malu memiliki anak disabilitas.

"Anak disabilitas malah disembunyikan atau ditempatkan di tempat tidak layak. Padahal anak disabilitas juga sebagai objek pembangunan," kata Netty.

Menurutnya ini termasuk kekerasan oleh orang tua, disamping pola pengasuhan yang salah dan tidak tepat bagi anak.  Netty menyebutkan, dalam penanganan atau solusi yang dapat dilakukan untuk memutus rantai kekerasan adalah dengan merujuk pada teori lingkaran obat nyamuk. Mulai dari keluarga dengan memberikan pengetahuan tentang cara pengasuhan yang baik pada anak, institusi pendidikan meliputi sekolah yang ramah anak, masyarakat yang mampu menjadi pengawas pada permasalahan sosial dan negara yang mampu memberikan kebijakan yang memihak pada korban serta memberi efek jera pada pelaku.

"Oleh karena itu melalui guru SLB yang menjadi salah satu ujung tombak kita untuk melakukan diseminasi informasi edukasi tentang pencegahan dan penanganan kekerasan pada anak-anak disabilitas," ujarnya.

Mudah-mudahan, Netty berharap dengan cara seperti itu dapat mencegah anak-anak disabilitas menjadi korban kekerasan, baik kekerasan psikis, fisik, seksual bahkan penelantaran. Juga dapat dikembangkan bakat dan potensi sehingga mereka tidak menjadi korban diskriminatif di keluarganya maupun lingkungan masyarakat.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement