Rabu 14 Dec 2016 12:18 WIB

Soal Atribut Natal, Perusahaan Diminta Belajar dari Kasus Ahok

Rep: Dadang Kurnia/ Red: Andi Nur Aminah
Pekerja mengenakan pakaian atribut natal pada salah satu Hotel di Jakarta, Senin (15/12)
Foto: Republika/ Tahta Aidilla
Pekerja mengenakan pakaian atribut natal pada salah satu Hotel di Jakarta, Senin (15/12)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Juru Bicara Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), Ismail Yusanto meminta pemimpin perusahaan mengindahkan himbauan untuk tidak memaksa karyawan Muslim mengenakan atribut Natal. Apalagi, sensitivitas masyarakat terhadap isu-isu yang menyangkut keyakinan, sangatlah tinggi setelah adanya kasus penistaan agama yang diduga dilakukan oleh Ahok.

"Saya kira kita kemarin sudah mendapat pengalaman yang sangat berharga, bagaimana soal agama ini kalau ada pihak yang terusik atau terganggu itu dampaknya sangat besar. Ini kalau sampai terjadi lagi, saya kira akan menambah tensi yang sudah meninggi akibat penistaan agama oleh Ahok," kata Ismail saat dihubungi Republika.co.id, Rabu (14/12).

Menurut Ismail, jika pun pimpinan perusahaan tersebut beralibi, pemaksaan itu dilakukan untuk memberikan simpati kepada konsumen, perlakukan tersebut sesungguhnya sangat tidak simpatik. Selain itu, perlakuan tersebut juga sangat tidak nyaman, karena memaksakan sesuatu yang tidak sesuai dengan keyakinan.

Ismail melanjutkan, jika masih ada perusahaan-perusahaan yang tidak mengindahkan himbauan tersebut, masyarakat jangan ragu untuk memberikan teguran. Selama teguran tersebut dilakukan secara baik dan jelas, perusahaan kemungkinan akan bisa mengerti dan menerimanya.

"Harus ada kontrol dari masyarakat, jadi masyarakat harus berani menegor. Kalau masyarakat melakukan kontrol berupa peneguran dengan baik dan jelas, itu Insya Allah akan diterima," terang Ismail.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement