REPUBLIKA.CO.ID, TANGERANG -- Sebagai upaya untuk peningkatan kewaspadaan negara dalam kondisi krisis dari ancaman terorisme, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) menggelar latihan Penanggulangan Kondisi Krisis dari Ancaman Terorisme (Gulkonsis) angkatan VI tahun 2016. Latihan tersebut digelar mulai Senin (5/12) kemarin di Terminal 1 A Bandara Soekarno Hatta, Cengkareng,
Latihan ini diikuti gabungan pasukan penanggulangan teror TNI-Polri seperti Satuan 81/Penaggulangan Teror Kopassus TNI-AD, Detasemen Jala Mangkara (Denjaka) TNI-AL, Satuan Bravo 90/Anti Teror Paskhas TNI-AU, Detasemen Khusus (Densus) 88, Brimob Polri serta Polres Bandara. Tidak hanya itu institusi sipil lain juga diikutkan dalama latihan tersebut seperti keamanan bandara (Avsec /Aviation Security), Imigrasi dan juga Bea Cukai yang keseluruhannya melibatkan sebanyak 250 personil. Penutupan latihan jugas diakhiri dengan simulasi penanggulangan terhadap serangan teroris di bandara.
“Latihan di bandara ini sebagai bentuk peningkatan kewaspadaan semua pihak dalam menghadapi kondisi-kondisi krisis, khususnya terkait dengan ancaman terorisme. Kita semua tahu bahwa bandara adalah sarana obyek vital untuk lalu lintas manusia dan juga barang yang tentunya juga sangat berbahaya terhadap ancaman serangan terorisme,” ujar Kepala BNPT, Komjen Pol Suhardi Alius, Kamis (8/12).
Mantan Kabareskrim Polri ini mengatakan bahwa kegiatan tersebut difokuskan pada peningkatan kemampuan di bidang penentuan sasaran dan ketepatan dalam mengambil tindakan secara cepat. “Ini dilakukan untuk melatih dan mensimulasikan bagaimana semua otoritas yang ada di lingkungan bandara dapat bekerjasama secara terpadu,” ujarnya.
Mantan Kapolda Jawa Barat dan Kepala Divisi Humas Polri ini berharap latihan ini dapat meningkatkan kesiapsiagaan aparat seluruh aparat terkait dalam menghadapi ancaman terorisme, khususnya di lingkungan bandara.
“Kita lihat tadi ada Satuan 81 /Penaggulangan Teror Kopassus, Denjaka TNI AL, Satuan Bravo 90 Paskhas TNI-AU, Densus 88, Brimob Polri, Avsec, Imigarasi, Bea Cukai. Semua bekerja sama bagaimana mereka mengambil peran masing-masing supaya cepat dalam mengatasi dan menanggulangi kondisi krisis di bandara saat ada ancaman terorisme. Ini kita latihkan terus supaya cepat gerakannya,” ujarnya.
Untuk itu menurut alumni Akpol tahun 1985 yang dibesarkan di Korps Reserse Polri ini, semua perjalanan selama latihan tersebut akan disimpan dan didokumentasikan secara digital yang selanjutnya akan diberikan ke masing-masing kesatuan untuk bahan pembelajaran.
“Dari situ nanti akan menjadi bahan untuk evaluasi. Makin lama sering latihan tentunya harus semakin baik dan semakin cepat. Ini agar jangan sampai nanti dihadapkan dengan kondisi yang sesungguhnya kita jutru malah tidak siap. Jadi pelatihan simulasi seperti ini sangat penting,” ujar pria kelahiran Jakarta, 10 mei 1962 ini.