REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah diminta segera mengatasi hilangnya keanekaragaman hayati, demi tercapainya target Convention on Biological Diversity (CBD) mendatang. Pertemuan ini sekaligus untuk mengingatkan negara-negara anggota CBD, yang sudah ketinggalan dalam pemenuhan target pada kesepakatan internasional ini.
"Pada tahun 2020, akan terjadi penurunan keanekaragaman hayati sebanyak dua pertiga dari tahun 1970," kata Arnold Sitompul, Direktur Konservasi WWF Indonesia, lewat rilis yang diterima Republika, Kamis (8/12).
Laporan itu telah dikeluarkan WWF secara resmi, dan menyoroti janji-janji dalam kesepakatan internasional seperti CBD, untuk melindungi keanekaragaman hayati. Arnold merasa, upaya besar diperlukan demi menyertakan keanekaragaman hayati ke dalam keputusan strategis di bidang pertanian, perikanan, kehutanan dan pariwisata.
Pentingnya alam, lanjut Arnold, juga harus lebih kuat diintegrasikan ke rencana pembangunan berkelanjutan nasional, kebijakan ekonomi dan anggaran nasional. Ia menekankan, langkah seperti itu perlu dilakukan agar nilai riil dari keanekaragaman hayati dapat dipahami dengan baik, bukan sekadar isapan jempol belaka.
Ia mengingatkan, tahun lalu negara-negara di dunia bersemangat untuk menetapkan rencana global perubahan iklim dan pembangunan yang berkelanjutan. Perjanjian ini, dirasa tidak akan terpenuhi jika pemerintah tidak serius untuk mewujudkan komitmen terhadap konservasi dari keanekaragaman hayati itu sendiri. "Keanekaragaman hayati adalah kaki ketiga dari pembangunan berkelanjutan, sekarang saatnya pemerintah serius mewujudkan komitmen terhadap konservasi keanekaragaman hayati," ujar Arnold.
Negara-negara anggota yang saat ini sedang melakukan pertemuan di Cancun, harus menunjukkan kalau mereka siap memenuhi janji untuk tidak memberi subsidi kegiatan yang berbahaya bagi keanekaragaman. Selain itu, mereka harus berjanji untuk melipatgandakan pembiayaan internasional untuk konservasui keanekaragaman hayati.