REPUBLIKA.CO.ID, LOMBOK BARAT -- Direktur Perlindungan Warga Negara Indonesia dan Badan Hukum Indonesia Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) Lalu Muhamad Iqbal menyebutkan jumlah WNI korban perdagangan manusia di luar negeri dalam beberapa tahun terakhir menunjukan tren peningkatan.
"Dari 328 korban yang ditangani Kemenlu pada 2013, naik menjadi 425 korban pada 2014. Ada 296 korban pada 2015 hingga November 2016 sudah mencapai 470 korban," kata Lalu Muhamad Iqbal, Selasa (6/12) malam.
Iqbal mengatakan, korban perdagangan manusia didominasi oleh WNI yang ke luar negeri untuk bekerja di sektor rumah tangga tanpa melalui jalur resmi serta anak buah kapal penangkap ikan. Hal itu menunjukkan adanya persoalan serius dalam tata kelola penempatan dan perlindungan TKI di kedua sektor tersebut.
"Ini harus menjadi perhatian semua pihak sehingga tidak hanya menjadi tugas Kemenlu," ujarnya.
Pria kelahiran Lombok Tengah ini juga memperkirakan jumlah WNI yang menjadi korban perdagangan manusia mencapai ribuan orang. Namun ada yang tidak dilaporkan ke Kemenlu melalui Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI).
"Ada juga korban perdagangan dipulangkan ke Indonesia tanpa label korban perdagangan manusia karena terbatasnya identifikasi dan penanganan di luar negeri," katanya.
Iqbal menambahkan, terkait dengan upaya penanganan WNI yang menjadi korban perdagangan manusia, berbagai upaya telah dilakukan Kemenlu untuk memberikan perlindungan yang terbaik bagi korban di luar negeri. Upaya yang sudah dilakukan adalah dalam bentuk memberikan pelatihan bagi staf perwakilan RI di luar negeri mengenai teknik identifikasi dan perlindungan korban tindak pidana perdagangan orang.
Kemenlu juga melakukan upaya peningkatan standar penampungan dan memasukkan isu tindak pidana perdagangan orang ke dalam kurikulum pendidikan berjenjang diplomat.
"Kemenlu juga bersinergi dengan enam kementerian/lembaga terkait pencegahan dan penanganan WNI terindikasi atau korban tindak pidana perdagangan orang di luar negeri," ujar Iqbal.