Selasa 06 Dec 2016 10:09 WIB

Ade Komarudin: Mengapa yang Dituntut Cuma Saya?

Rep: Eko Supriyadi/ Red: Esthi Maharani
Ketua DPR RI Ade Komarudin (tengah) menggelar konferensi pers usai bertemu dengan Ketua Umum DPP PDIP Megawati Soekarnoputri di Jakarta, Jumat (25/11).
Foto: Republika/ Wihdan
Ketua DPR RI Ade Komarudin (tengah) menggelar konferensi pers usai bertemu dengan Ketua Umum DPP PDIP Megawati Soekarnoputri di Jakarta, Jumat (25/11).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan Ketua DPR RI Ade Komarudin mempertanyakan keputusan Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD). Putusan MKD hanya memberikan sanksi padanya, padahal keputusan DPR mengenai mitra koalisi Komisi VI dan RUU Pertembakauan diambil bersama pimpinan DPR yang lain.

''Waktu itu, bukan keputusan saya pribadi. Mana ada keputusan pribadi. Kolektif kolegial, mengapa yang dituntut cuma saya? Itu di MD3,'' kata Ade, di Jakarta, Senin (5/12) malam.

Ia pun menjelaskan tentang ditahannya RUU Pertembakauan oleh pimpinan DPR. Ia mengatakan, pada 18 Juli 2016, bertemu dengan Emil Salim yang merupakan Dewan Penasehat Komisi Nasional Pengendalian Tembakau dan Jantung Sehat. Emil mengungkapkan ketidaksetujuannya terhadap rencana penyusunan RUU Pertembakauan, karena RUU tersebut akan semakin meningkatkan industri rokok, dan pada akhirnya akan semakin meracuni generasi muda.

''Seingat saya, pada saat itu kami didatangi Emil Salim, keberatan. Dengan bahasa yang sangat keras. Kami dalam rapat pimpinan dan Bamus bersepakat akan pending dulu untuk ada interaksi antara yang pro dan kontra saling meyakinkan. Hukum dibuat agar bisa mengatur keadaan dengan baik. Bukan keputusan saya pribadi. Boleh tanya kepada Emil salim,'' tegas dia.

Mengenai putusan komisi VI terkait dengan Penanaman Modal Mandiri (PMN). Menurutnya, urusan PMN itu area komisi XI karena mitranya Menteri Keuangan. Sehingga ia merasa keputusan tersebut sudah tepat dan telah sesuai dengan kesepakatan.

''Itu bukan keputusan saya pribadi, kolektif kolegial. Saya tidak pernah membuat tanda tangan pribadi, jadi tidak ada yang salah,'' jelas Akom.

Karena itu, keputusan untuk 'melawan' putusan MKD tersebut, lanjut Akom, tidak menyangkut posisinya sebagai ketua DPR. Ia hanya bermaksud meluruskan hal -hal yang keliru.  Ia mengaku sedih dengan putusan tersebut. Karena ia menganggap hal tersebut merupakan pembunuhan karakter. Karena itu, ia meminta hukum jangan dijadikan alat untuk menzalimi orang lain.

''Saya wajib memperjuangkannya. Ini menyangkut prinsip. Jadi pak (Setya) Novanto tidak usah khawatir saya ingin kembali pada posisi itu. Saya tidak maksud ke arah sana,'' ucapnya.

Seberapa tertarik Kamu untuk membeli mobil listrik?

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement