Kamis 01 Dec 2016 05:34 WIB

Gemuruh 212 dan Persatuan Muslim Indonesia

Red: M Akbar
Demo serupa dengan 4 November 2016 rencananya kembali digelar di 2 Desember 2016 terkait dugaan penistaan agama yang dilakukan Basuki Tjahaja Purnama.
Foto:

Belakangan, kondisi berubah. Kapolri dan Mendagri justru menyarankan umat Muslim ikut dalam aksi 212. Perubahan itu terjadi usai adanya kesepakatan antara GNPF MUI dan Kapolri. Termasuk kesepakatan tempat dan teknis.

Umat bernafas lega. Walau sebagian sedikit menyesalkan: kenapa kesepakatan itu tak langsung menahan Ahok. Toh, kasus serupa langsung ditahan. Toh, status Ahok sudah tersangka. Dan banyak toh lainnya. Atau memang saat 212 Ahok akan ditahan? Berkasnya kan sudah P-21, sudah lengkap. Harus ditahan.

Energi umat pun tidak dihabiskan dengan kasus seorang Ahok. Pun dengan substansi masalah nasional: krisis keuangan negara dan kejahatan finansial yang kini dilakukan audit finansial global dari pihak interpol dan keamanan internasional.

DPR pernah mengeluarkan pernyataannya: keuangan negara gawat. Sayang sekali energi bangsa ini dihabiskan hanya gegara mandulnya hukum. Atau kuatnya bekingan Ahok? Anda lebih paham menafsirkannya.

Apapun kita harus apresiasi kesepakatan antara GNPF MUI dengan Kapolri. Tapi, kenapa KSPI yang awalnya demo tanggal 2511, berubah jadi 212? Bahkan, saat Polri meminta untuk menunda, tak mau.

Sedikit lucu dan janggal. Ketika sudah diumumkan 2511, tanpa diminta pindah ke 212. Ketika 212 diubah ke tanggal lain, tak mau. Ada apa? Hanya karena ada klaim irisan isu yang sama? Sedikit aneh.

Hal aneh lainnya, usai aksi 414, banyak sekali aksi lain. Meski tak mau dibilang aksi tandingan, tetap saja publik menyematkan hal itu dengan aksi tak mau kalah oleh bersatunya umat Muslim di 411.

Ada aksi Parade Kebhinekaan 19/11, tapi diikuti LGBT, peserta berkaos lambang Israel, sampai yang berkostum tentara Romawi. Bhineka Tunggal Ika, apanya? Bertolak belakang dengan nilai Pancasila dan bangsa. Kenapa tak disebut makar? Mencoreng makna nilai Pancasila dan Keindonesiaan.

Lantas, ada pula aksi Nusantara Bersatu, 30/11. Aksi ini banyak diikuti pelajar. Sampai ada surat resmi ke kepala daerah. Apakah selama ini Nusantara tak bersatu? Apa isu makar, menyembunyikan sesuatu?

Kemudian, tanggal 112. Rencana aksi 1 Desember, tuntutan: referendum Papua. Tanggal itu kerap dikenal Hari Besar OPM. Tapi, tidak ada gemuruh isu makar, seperti yang dituduhkan pada 212.

Sebaliknya, belakangan meski aksi 212 diizinkan dan diimbau untuk ikut, koordinator pemberangkatan aksi 212 wilayah Kaltim, rekeningnya justru diblokir. Kenapa? Apa karena tuduhan Gubernur Awang?

Toh, faktanya warga Kaltim berangkat sendiri-sendiri dengan estimasi 1.000 orang. Berangkat via pesawat dan kapal laut. Apa mereka calon teroris seperti yang dituduhkan Awang? Itu adalah tuduhan paling menyakitkan.

Gemuruh 2511 dan 212, penuh tanda tanya. Apapun yang terjadi, selalu waspada terhadap upaya provokasi. Mari kita sematkan 212 sebagai: Hari Persatuan Muslim Indonesia. Tunjukan pada dunia: Indonesia selalu damai. Lalu, kembali fokus pada: sengkarut keuangan negara dan ragam kejahatan finansial yang menyengsarakan bangsa ini. Shallallahu 'ala Muhammad.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement