Selasa 29 Nov 2016 19:11 WIB

Pengamat: Format Aksi 212 Bisa Mencegah Hasrat Makar

Rep: Qommarria Rostanti/ Red: Bayu Hermawan
Logo Aksi Bela Islam III diperlihatkan Gerakan Nasional Pengawal Fatwa Majelis Ulama Indonesia (GNPF MUI) saat menggelar konferensi pers di AQL Islamic Center, Jakarta, Jumat (18/11).
Foto: Republika/Tahta Aidilla
Logo Aksi Bela Islam III diperlihatkan Gerakan Nasional Pengawal Fatwa Majelis Ulama Indonesia (GNPF MUI) saat menggelar konferensi pers di AQL Islamic Center, Jakarta, Jumat (18/11).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat terorisme Harits Abu Ulya mengatakan format aksi 2 Desember yang super damai, diyakini mampu mengalienasi (mengisolasi) elemen yang memiliki hasrat makar dan aksi teror. Menurutnya hal tersebut merupakan satu sisi aspek positif aksi yang rencananya dilakukan di lapangan Monumen Nasional (Monas) tersebut.

Bahkan format di atas dapat memudahkan aparat keamanan menggelar pengamanan terbuka dan tertutup demi sukseskan aksi 212. "Aksi di Monas bisa menjadi kanalisasi dari gerakan umat Islam dan mudah me-manage dinamika pergolakan agar tidak meluber di luar kontrol," ujarnya kepada Republika.co.id, Selasa (29/11).

Harits menduga kuat apabila aksi 212 dipaksa untuk ditiadakan maka sama artinya dengan membiarkan publik, khususnya umat Islam, melakukan apa saja di luar kendali.

"Yang tidak boleh dilupakan dari aksi 212, apapun formatnya maka substansi utama adalah menuntut keadilan bahwa Ahok tersangka penista agama harus secepatnya ditangkap dan ditahan," kata Direktur The Community of Ideological Islamic Analyst (CIIA) ini.

Ia menyebut apabila format aksi 212 tersebut membuat terlena para peserta aksi sehingga melenceng dari substansinya, maka ini kerugian besar bagi gerakan umat Islam. Yang perlu di catat, kata Harits, pemerintah harus bisa menangkap pesan dari aksi damai 2 Desember.

"Bukan malah sebaliknya, yaitu terkesan mengapresiasi dengan legowomemberikan ruang untuk aksi tapi kemudian meminta kompensasi agar umat super toleran atas proses hukum Ahok tersangka penistaan agama," ujarnya.

Padahal menurut dia umat Islam pun menyadari bahwa proses di kejaksaan dan lanjut ke pengadilan akan terbuka lebar atas adanya rekayasa untuk mengulur-ulur proses dan waktu.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement