REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Gerakan Nasional (GN) Komando Kawal Al Maidah (Kokam) akan berkoordinasi dengan eksponen warga dan simpatisan Muhammadiyah serta komponen umat lainnya yang akan ikut Aksi Bela Islam III pada 2 Desember 2016. Mereka menilai, aksi 2 Desember sangat beralasan karena lamban dan tumpulnya penegakan hukum.
Koordinator Nasional Kokam, Mashuri Masyhuda mengatakan, aksi 2 Desember 2016 murni sebagai sarana penyampaian aspirasi dalam menuntut penegakan hukum yang adil terhadap tersangka dugaan penistaan agama. Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok yang ditetapkan sebagai tersangka semestinya sudah ditahan.
"Mengingat unsur-unsur penahanan sudah sangat terpenuhi," kata Mashuri kepada Republika.co.id, Selasa (29/11).
Ia menerangkan, unsur penahanan tersebut di antaranya tuntutan hukuman lima tahun penjara sesuai Pasal 156 A KUHP. Selama ini, semua tersangka penistaan agama selalu ditahan. Seperti pada kasus Arswendo, Ahmad Musadeq, Lia Eden, dan lain-lain. Menurutnya, hal tersebut bisa jadi yurisprudensi.
Selain itu, dikatakan dia, Ahok terbukti telah mengulangi tindak pidana baru yang berhubungan dengan kasusnya. Yakni menuduh peserta aksi 4 November dibayar Rp 500 ribu. Sesuai KUHP Pasal 21 Ayat 1 dan 4, Ahok sudah sangat layak ditahan. Tapi nyatanya penyidik Polri tidak melakukannya.
"Terlihat sekali ada diskriminasi, tidak ada persamaan di depan hukum. Itulah yang menjadi fokus tuntutan aksi kami," katanya.
Ia menegaskan, aksi pada 2 Desember 2016 sangat beralasan karena lamban dan tumpulnya penegakan hukum. Tidak ada alasan menghalang-halangi aksi itu. Sebab, aksi damai tersebut dijamin Undang-undang (UU). Di antaranya UUD 45 Pasal 28, UU No. 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum dan UU No.39 Tahun 1999 tentang HAM.