Senin 28 Nov 2016 16:22 WIB

SBY: Pemerintah Jangan Utamakan Hard Power

Rep: Lintar Satria Zulfikar/ Red: Bilal Ramadhan
Ketua Umum Partai Demokrat, Susilo Bambang Yudhoyono
Foto: Youtube
Ketua Umum Partai Demokrat, Susilo Bambang Yudhoyono

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Di salah satu surat kabar nasional Presiden Keenam Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menulis permasalahan bangsa yang saat ini terjadi sudah menjadi persoalan hubungan antara rakyat dengan penguasa. SBY panggilannya menambahkan persoalan ini harus diselesaikan dengan damai, adil dan demokratis.

"Cegah jangan sampai ada kekerasan yang meluas. Cegah jangan sampai ada martir yang sengaja dijadikan pemicu terjadinya kerusuhan dan kekerasan yang lebih besar. Pemimpin dan pemerintah harus lebih mengutamakan soft power, bukannya hard power. Atau paling tidak, paduan yang tepat dari keduanya, yang sering disebut dengan smart power," tulis SBY di sebuah surat kabar nasional, Senin (28/11).

SBY mengatakan pemerintah harus mengutamakan persuasi bukannya represi. Penindakan dari aparat keamanan, tulis SBY, harus menjadi pilihan terakhir. Jika harus, tambahnya, melindungi keamanan dan keselamatan banyak pihak utamakan rakyat sendiri.

SBY melanjutkan mesti diketahui pula bahwa pengerahan dan penggunaan kekuatan militer ada aturannya. Pahami konstitusi dan Undang-Undang Pertahanan serta Undang-Undang TNI. Jika harus menetapkan keadaan bahaya, penuhi syarat-syaratnya.

Pelajari Peraturan Pemerintah yang mengatur keadaan bahaya dan tindakan seperti apa yang dibenarkan jika negara berada dalam keadaan darurat. "Cegah, jangan sampai Presiden dan para pembantunya dinilai melanggar konstitusi dan undang-undang yang berlaku," tambahnya.

Jika keadaan krisis, kata SBY, Presiden harus benar-benar memegang kendali. Kekuasaannya tidak boleh didelegasikan ke siapa pun. SBY juga menyarankan untuk menutup rapat-rapat ruang dan peluang bagi siapa pun yang ingin menggunakan kesempatan tersebut.

Namun, tambahnya, dalam era demokrasi seperti sekarang ini, Presiden tidak boleh menempatkan diri sebagai 'penguasa absolut'. Ia menyarankan Presiden membangun hubungan yang baik dan sehat dengan parlemen serta lembaga-lembaga negara yang lain. Jangan hadapkan Presiden dengan rakyat. Jangan sampai Presiden berbuat salah.

"Ada motto yang berbunyi the president can do no wrong. Artinya, Presiden pantang berbuat salah atau tidak boleh salah. Para pembantu Presiden harus mengawal dan menyelamatkan Presidennya. Sekali lagi, semoga krisis ini tak terjadi. Saya yakin krisis yang banyak dicemaskan banyak orang itu tetap preventable," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement