Sabtu 26 Nov 2016 18:00 WIB

Perempuan di Tasik Gelar Aksi Antikekerasan Seksual

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Ilham
pelecehan seksual (ilustrasi)
pelecehan seksual (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, TASIKMALAYA -- Organisasi perduli perempuan, Puan Amal Hayati Cipasung Kabupaten Tasik mengadakan peringatan hari anti-kekerasan terhadap perempuan dengan menggelar aksi damai pada Sabtu, (26/11). Aksi itu diikuti puluhan siswa-siswi SMA.

Ketua Puan Amal Hayati Cipasung, Enung Nursaidah mengatakan, peringatan seperti ini wajib dilakukan sejak tahun 2.000, saat Komnas Perempuan terbentuk. Tujuannya agar masyarakat semakin memahami dampak kekerasan pada perempuan dan mengupayakan pencegahannya.

Selain itu, aksi ini dilakukan sebagai dorongan agar DPR mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) kekerasan seksual. "Kita mendesak DPR segera sahkan RUU itu, karena di Kabupaten Tasik saja kasus kekerasan seksual cukup tinggi dan meningkat, kebanyakan pelaku orang terdekat seperti teman, pacar atau bahkan guru," katanya.

Ia juga menyoroti minimnya akses perlindungan terhadap perempuan yang menjadi korban kekerasan. Bahkan, menurutnya, perempuan korban kekerasan malah semakin menderita karena dikriminalisasi. "Dan ini masih banyak yang belum dapat akses layanan komprehensif. Kasus hukum banyak tidak tuntas karena korban cenderung disalahkan dan distigmatisasi dan dikriminalisasi," ujarnya.

Lebih mirisnya lagi, ia menyebut angka kekerasan terhadap perempuan di Kab Tasik cenderung meningkat hingga sepuluh persen tahun ini. Dari total jumlah kekerasan pada perempuan, 30 persennya berbentuk kekerasan seksual.

"Peningkatan sepuluh persen kekerasan pada perempuan, 30 persen di antaranya kekerasan seksual. Tahun lalu ada 68 kasus secara umum, tahun ini sudah sampai sekitar segitu tapi ini kan belum berakhir tahun 2016, jadi diprediksi meningkat," jelasnya.

Ia menyebut, aksi damai ini akan berlangsung terus menerus hingga tanggal 10 Desember sebagai hari HAM internasional. Ia ingin menunjukan keterkaitan antara HAM perempuan dan kasus kekerasan yang diderita perempuan. Adapun mengenai alasan keikutsertaan puluhan siswa dalam aksi damai, kata dia, memang diperlukan karena mayoritas korban kekerasan perempuan masih dalam usia sekolah.

"Saya melihat siswa ini sebagai generasi penerus bangsa, dari sejak awal kita tanamkan perempuan tidak layak didiskriminasi, dalam agama juga tidak ada ajaran itu. Tapi bagaimana karya dan prestasi bisa dibuat oleh perempuan itu lebih penting," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement