REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Calon Gubernur (Cagub) DKI Jakarta Anies Baswedan menyesalkan sikap tokoh Myanmar, Aung San Suu Kyi yang seolah diam atas kejadian yang menimpa Muslim Rohingya. Sikap diam di tengah tragedi kemanusiaan dianggap tak pantas dilakukan seorang penerima nobel perdamaian.
Anies menilai, perlakuan militer Myanmar terhadap Muslim Rohingya sudah keterlaluan dan tak manusiawi. Namun, Suu Kyi yang menjadi lambang perdamaian justru diam di tengah tragedi tersebut. Ia mendesak agar komite nobel mencabut gelar tersebut.
"Lebih baik (nobel) dicabut saja," katanya di Jakarta, Sabtu (26/11).
Menurutnya, nobel perdamaian diberikan kepada seseorang yang mampu memperjuangkan terwujudnya perdamaian. Suu Kyi, kata cagub nomor tiga ini, harusnya bisa menengahi konflik dan memperjuangan perdamaian warga Rohingya. Tapi yang terjadi, pendzaliman terhadap Muslim Rohingya justru kian menjadi-jadi di negara tempat Suu Kyi tinggal.
Anies menilai, pertimbangan mencabut nobel perdamaian Suu Kyi memang diperlukan. Sebab, kata dia, komitmennya untuk menjaga perdamaian malah dipertanyakan. Suu Kyi, menurutnya, harusnya bersikap keras atas apa yang terjadi terhadap Muslim Rohingya.
"Dia harus bertindak tegas," katanya.
Sejumlah pemberitaan baru-baru ini mengangkat bentrokan antara pasukan militer Myanmar dengan sekelompok Muslim Rohingya di utara Rakhine. Insiden ini menewaskan setidaknya 28 warga Muslim Rohingya serta dua tentara Myanmar.
Berdasarkan laporan surat kabar Myanmar, Global New Light of Myanmar, rangkaian bentrokan kuat ini bermula pada Sabtu (12/11) lalu, ketika militer melakukan operasi pembersihan di Rakhine. Dalam bentrokan tersebut, 19 warga Rohingya tewas terbunuh oleh militer.