REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Polri Kombes Rikwanto mengatakan, tersangka teroris RPW (24 tahun) membeli bahan-bahan peledak bukan atas biaya sendiri. Diduga ada aliran dana yang membantunya hingga mampu mendirikan laboratorium di dalam rumahnya.
Menurut Rikwanto, harga bahan-bahan peledak ini tidaklah murah. Apalagi dilengkapi dengan ditemukannya peralatan laboratorium yang ditemukan di dalam rumahnya.
Sehingga, kata ia, bila dipikirkan secara logika tidak mungkin rumah yang hanya berlantai tanah itu mampu membeli alat-alat tersebut.
"Dana dari TKI di Arab Saudi, di Tawan dan di Malaysia, ini TKI yang teradikalisasi kelompok-kelompok radikal," kata Rikwanto di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Jumat (25/11).
RPW menekuni hobinya meracik bahan-bahan kimia sejak lama. Dia pun mendirikan laboratorium bersama kelompoknya sejak lima bulan yang lalu, yakni sejak bulan Juni 2016.
Bahkan awalnya RPW bukan spesialis pembuatan bahan peledak. Polisi menuding, RPW bersama kelompoknya membuat laboratorium sabu yang mana uang hasil jualnya digunakan untuk biaya amaliyah atau pendanaan kepada kelompok teror.
Hanya saja hal tersebut tidak berhasil, sehingga RPW banting setir dengan memulai membuat bahan-bahan peledak pesanan. Diketahui lanjut Rikwanto sudah ada beberapa yang memesan yakni dari Jawa, Sumatera, dan Nusa Tenggara.
Namun berhasil digagalkan karena RPW lebih dulu diamankan Densus 88. "Sebelum sempurna dan diedarkan ke pemesan, sudah ditangkap Densus 88," ujar dia.
Polisi menyebut bom RPW akan digunakan untuk meledakkan Mabes Polri dan Gedung DPR.
Baca juga, Polisi: Bom RPW akan Hancurkan DPR dan Mabes Polri.