Kamis 24 Nov 2016 20:26 WIB

Warga Bertanya Apa Dilarang Ajarkan Al Maidah 51? Ini Jawaban HNW

Rep: Ratna Puspita/ Red: Bilal Ramadhan
Wakil Ketua MPR RI, Hidayat Nur Wahid
Foto: ist
Wakil Ketua MPR RI, Hidayat Nur Wahid

REPUBLIKA.CO.ID, SALATIGA -- Seorang pria berdiri dan mengangkat tangan hendak mengajukan pertanyaan kepada Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid ketika Sosialisasi Empat Pilar kepada Yayasan Mutiara Hati. Sosialisasi itu dihadiri lebih dari 200 orang yang terdiri dari berbagai kalangan mulai dari warga hingga ulama.

Suara pria itu  yang berapi-api memenuhi ruang dengan cahaya temaram di Gedung Pertemuan Daerah Kota Salatiga, Jawa Tengah, Kamis (24/11). Sesekali, tepuk tangan mengiringi kata-kata pria yang mengaku bernama Kyai Abda itu.

Abda bertanya, "Pak Hidayat, apakah kalau ulama atau ustaz atau kyai berceramah mengenai Al Maidah 51 itu bertentangan dengan UUD 1945?" Abda merasa gusar dengan polemik surah dalam Alquran itu beberapa bulan terakhir.

Abda harus menunggu satu penanya lagi untuk mendengar jawaban Hidayat. Politikus PKS itu juga harus menjawab pertanyaan dari penanya pertama, Ahmad Taufik Isnaini, sebelum menjelaskan hak-hak konstitusi warga dalam memilih dan beragama. Khususnya ajaran agama yang mengharuskan Muslim memilih pemimpin beragama Islam.

Kepada Abda, Hidayat menjelaskan, UUD 1945 melindungi hak konstitusi beragama. "Apakah bertentangan atau tidak bertentangan kalau kita mengajak orang memilih pemimpin Muslim? Jawabannya tidak bertentangan," kata Hidayat yang langsung disambut tepukan peserta sosialisasi.

Hidayat pun menjelaskan perbedaan mengamalkan ajaran agama dan melakukan ujaran kebencian. Pengamalan ajaran agama terikat pada individu pemeluknya. Jika umat Islam memutuskan memilih pemimpin Muslim maka hal itu terkait dengan pengamalan ajaran agama. Konstitusi melindungi kebebasan dan pelaksanaan beragama. "Ini bagian dari HAM," kata dia.

Ketika ulama berceramah di masjid dan mengajak umat Islam memilih pemimpin Muslim maka itu juga terkait pengamalan ajaran agama. Tidak hanya Islam, agama lain pun bisa menganjurkan pemeluknya memilih pemimpin yang beragama sama.

"Ini tidak dilarang konstitusi. Pilih sesuai ajaran agama diperbolehkan," ujar Hidayat yang kembali disambut tepukan penonton.

Hidayat menambahkan Ketua KPU DKI Jakarta Sumarno juga pernah menyatakan seorang ustaz yang mengajak memilih pemimpin Islam bukan termasuk SARA. "Tapi, melaksanakan ajaran agama," kata dia.

Namun, konstitusi melarang ujaran kebencian. Hidayat menyatakan, UUD 1945 melarang penyebaran fitnah, berita bohong, dan kampanye hitam. Islam juga melarang tindakan-tindakan tersebut. Pelarangan melakukan fitnah dan berbohong bukan hanya terkait pilkada.

"Ada atau tidak ada pilkada, berbohong dilarang. Haram," kata Hidayat.

Tahun ini, 101 daerah akan melaksanakan pemilihan kepala daerah tahun depan. Termasuk Jakarta. Pilkada DKI Jakarta diwarnai kasus dugaan penodaan agama ketika Gubernur DKI Jakarta nonaktif Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok menyebutkan tafsir surah Al Maidah ayat 51.

"Memilih kandidat sesuai ajaran agama bukan hanya terkait Pilkada di Jakarta, tapi juga Salatiga, dan seluruh daerah di Indonesia," kata Hidayat.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement