Rabu 23 Nov 2016 09:14 WIB

Bareskrim Sita 15 Alat Bukti Kasus Penistaan Agama Ahok

Rep: mabruroh/ Red: Damanhuri Zuhri
Video Ahok
Foto: Youtube
Video Ahok

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Reserse dan Kriminal (Bareskrim) Polri menyita 15 alat bukti dalam kasus penistaan agama yang menjerat Gubernur DKI Jakarta non aktif Basuki Tjahaja Purnama. 15 alat bukti ini yang menjadi salah satu materi dalam pertanyaan yang diajukan oleh penyidik.

Kepala Badan Penerangan Umum (Kabagpenum) Divisi Humas Polri Kombes Martinus Sitompul mengatakan penyidik mengajukan sebanyak 27 pertanyaan dalam pemeriksan yang dilakukan sejak pukul 09.00 WIB pagi. Pemeriksaan yang baru saja rampung pada pukul 17.30 WIB karena penyidik membutuhkan waktu yang cukup lama untuk menyodorkan pertanyaan dan juga alat bukti kepada Ahok.

"Alat buktinya ada sekitar 15 lebih yang disita penyidik, kemudian penyidik mencocokkan dengan melakukan pertanyaan-pertanyaan. Ini yang bikin lama," ujar Martinus di depan Rupatama Mabes Polri, Jakarta Selatan, Selasa (22/11).

Menurutnya, awal mula pertanyaan yang disiapkan penyidik hanyalah 20 pertanyaan sejak ditetapkannya Ahok sebagai tersangka. Namun kemudian pertanyaan tersebut berkembang menjadi 27 pertanyaan. "Ini suatu hal yang biasa di dalam satu proses pemeriksaan," ujar dia.

Untuk pemeriksaan saksi, lanjut dia, saat ini sudah ada 26 orang. Mereka terdiri dari saksi ahli dan juga saksi pelapor. Penyidik Mabes Polri menetapkan Ahok menjadi tersangka pada Rabu (15/22) lalu. Ahok menjadi tersangka atas ucapannya terkait Surat Almaidah 51 saat berada di Kepulauan Seribu pada (27/9).

Ujaran tersebut nyatanya membuat Gubernur DKI Jakarta non aktif ini harus berurusan dengan hukum. Polri  mendapatkan sedikitnya 15 laporan atas tuduhan yang sama yakni dugaan penistaan agama yang dilakukan oleh Ahok.

Akan tetapi proses hukum yang terkesan lamban, membuat sebagai umat Islam geram dan meminta polisi serius dalam memproses hukum mantan Bupati Belitung Timur ini. Hal tersebut tergambar dalam aksi demo tempo hari pada 4/11 yang meminta penyidik untuk segera menetapkan Ahok menjadi tersangka.

Atas aksi unras tesebut, Presiden RI Joko Widodo kemudian memerintahkan Kepolisian agar transparan dalam memproses hukum Ahok. Presiden selanjutnya memerintahkan Kapolri Jenderal Tito Karnavian untuk melakukan gelar perkara secara terbuka.

Akan tetapi Tito mendapatkan banyak kritik tentang rencana menyajikan gelar perkara secara terbuka. Sehingga dipimpin oleh Kabareskrim Komjen Ari Dono Sukmanto gelar perkara yang berlangsung pada Selasa (15/11) itu hanya terbuka dengan melihatkan pihak terlapor, pelapor, serta para saksi ahli dari masing-masing pihak.

Selanjutnya Ahok diterapkan menjadi tersangka pada Rabu (16/11). Namun Polri memutuskan untuk tidak melakukan penahanan kepada calon gubernur pertahanan DKI Jakarta nomer urut dua ini.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement