REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Majelis Ulama Indonesia (MUI) kembali menegaskan pernyataan sikap MUI pada 11 Oktober lalu bukanlah sumber kegaduhan. Hal ini disampaikan Sekjen MUI, Anwar Abbas menjawab salah satu wartawan yang menanyakan sikap MUI ikut membuat kegaduhan dalam persoalan kebangsaan saat ini.
"Terkait ada pihak yang menuduh MUI buat gaduh. MUI bukan membuat gaduh dan mengguncang kebinekaan, tapi ada pihak lain yang berupaya membuat gaduh," kata dia kepada wartawan, saat konferensi pers terkait kondisi kebangsaan saat ini, di kantor MUI Pusat Jakarta, Selasa (22/11).
Anwar menegaskan, jadi bukan MUI yang buat gaduh tapi MUI-lah yang mengendalikan kegaduhan, dan umat Islam agar tidak ada kejadian yang tidak diinginkan. "Karena ada yang membuat gaduh, yang bersangkutan yang membuat gaduh, maka jadi seperti ini," katanya.
Karena itu, ia menjelaskan peran MUI untuk menenangkan masyarakat, khususnya umat Islam. Yakni dengan mengeluarkan pernyataan sikap dan keputusan resmi agar menentramkan masyarakat, menuntut proses hukum dan menghargai serta mentaati proses hukum yang sedang berjalan di kepolisian.
Terkait dengan aksi 2 Desember, MUI juga sudah menegaskan mengimbau agar tidak dilakukan. Dan kalaupun masih akan dilakukan, MUI berpesan agar menjaga ketertiban, mentaati aturan dan tidak membawa atribut dan simbol MUI.
"MUI tidak punya kapasitas melarang, karena menyatakan pendapat itu dilindungi konstitusi. Kalau pun ada larangan dari pihak kepolisian, saya belum tahu apa alasan dasar hukum polisi itu," kata dia.