REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengusulkan agar Pemerintah membiayai 50 persen pendanaan keuangan partai politik. Berdasarkan hasil kajian KPK tentang keuangan parpol, nilai itu dianggap relevan untuk pendanaan parpol di Indonesia.
"Kajian kita agar pembiayaan parpol oleh parpol 50 persen, negara 50 persen, karena sekarang kan negara itu 0,01 persen, parpol 99,9 persen, itu yang mau digeser," ujar Deputi Bidang Pencegahan KPK, Pahala Nainggolan dalam keterangan persnya di Gedung KPK, Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, Senin (21/11).
Ia mengumumkan hasil hitungan kajian KPK untuk pembiayaan real 10 parpol di Indonesia yang menemukan angka pembiayaan Rp 9,3 triliun. Angka tersebut terdiri dari komponen besar yakni 25 persen untuk penyelenggaraan organisasi, dan 75 persen untuk pendidikan politik.
Dengan perkiraan Rp 2,6 triliun untuk di pusat, Rp 2,5 triliun untuk di provinsi, dan tingkat kabupaten mencapai Rp 4,1 triliun. "Dari Rp 9,3 triliun ini partai menanggung setengahnya Rp 4,7 triliun, dan negara menanggung setengahnya Rp 4,7 triliun kira-kira," ungkap Pahala.
Pahala mengatakan, KPK menilai peningkatan pembiayaan parpol oleh negara sangat relevan saat ini, guna memperkuat parpol. Ia membandingkan pembiayaan negara kepada parpol saat ini dengan era sebelumnya yang justru semakin menurun, padahal APBN negara semakin meningkat.
"Tahun 1999 itu jumlah bantuan negara ke parpol Rp 105 miliar, nah sekarang turun jadi hanya Rp 13 miliar, kalau dilihat APBNnya dulu Rp 200 triliun, sekarang sudah 10 kali lipat, ini ada paradoks, naik berkali lipat, tapi alokasi anggaran ke parpol malah turun dari Rp 105 miliar ke Rp 13 miliar," kata Pahala.
Karenanya, melalui kajian yang juga dilakukan bersama parpol ini, KPK merekomendasikan peningkatan pembiayaan negara kepada parpol. Terlebih, pembiayaan 50 persen oleh negara kepada parpol juga tidak dilakukan secara sekaligus, d imana kajian KPK menghitung agar pembiayaan ini dilakukan dalam waktu 10 tahun. Menurutnya, perhitungan pembiayaan disesuaikan dengan kinerja partai itu sendiri.
"Mulai dari lima persen sampe naik ke 50 persen tergantung kinerja partai, pertanggungjawaban partai, di situ kita lihat, kalau komponen etik dan tranparansi rekruitmen dan pertanggungjawabannya atau kaderisasi membaik maka itu negara sampai ke 50 persen," kata dia.
Selain itu, pertimbangan pembiayaan 50 persen oleh negara juga dengan melihat kemampuan parpol mengumpulkan iuran anggota parpol untuk memenuhi nilai 50 persen lainnnya. Kalau partai berhasil, kata Pahala, negara akan membiayai senilai yang bisa dikumpulkan tersebut.
"Kita sampaikan ini paling cepat bisa lewat revisi PP 5 tahun 2009 itu yang Rp 108 per suara, yang kalau itungan ini akan jadi Rp 10.500 per suara, atau kedua lebih solid masuk ke revisi UU parpol," kata dia.