REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Pengamat Politik dari Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Ubedilah Badrun, mengatakan respon partai politik (parpol) pendukung pasangan Ahok-Djarot cenderung lambat dalam mengatasi isu yang menerpa Ahok. Parpol justru berpeluang melakukan manuver politik setelah gelar perkara terhadap Ahok dilaksanakan.
Menurut Ubedilah, lambatnya respon parpol disebabkan isu yang menerpa Ahok bersifat sensitif. Utamanya, kata dia, yang menyangkut dugaan penistaan agama. "Ada kekhawatiran jika parpol merespon soal itu maka akan menimbulkan efek yang tidak diinginkan. Ini pun menunjukkan bahwa militansi parpol pendukung Ahok-Djarot belum pada level yang tinggi," ujar Ubedilah usai paparan survei Pilkada DKI Jakarta oleh Lembaga Konsultasi Politik Indonesia (LKPI) di Jakarta, Senin (14/11).
Melihat kondisi ini, kata dia, masih ada peluang cukup tinggi bagi parpol untuk melakukan manuver politik. Manuver tersebut diperkirakan mungkin terjadi jika hasil gelar perkara terhadap Ahok memutuskan bahwa dirinya dinyatakan bersalah dalam kasus dugaan penistaan agama.
"Sebab pada dasarnya, dukungan parpol terhadap kandidat tertentu karena adanya peluang kekuatan dari yang bersangkutan, juga karena potensi kemenangan," tutur Ubedilah.
Selain penistaan agama, menurutnya ada beberapa isu lain yang tidak direspon secara cepat oleh tim sukses Ahok-Djarot. Beberapa isu yang dimaksud adalah reklamasi teluk Jakarta, kasus RS Sumber Waras, dan penggusuran Bukit Duri.
Sementara itu, di sisi lain, dukungan tim sukses kandidat Anies Baswedan-Sandiaga Uno dan Agus Yudhoyono-Sylviana Murni semakin membaik. Hal ini terindikasi dari pergerakan kedua paslon di media sosial dan di lapangan.
Ubedilah menjelaskan, ketika kampanye Ahok banyak mendapat penolakan oleh warga, justru kedua paslon diterima dengan baik oleh masyarakat. "Timses Anies-Sandiaga dan Agus-Sylvi justru terlihat lebih banyak mendekati konstituen. Saat berkampanye di kawasan pinggiran, di pasar, pidato, dan program keduanya diterima masyarakat," kata Ubedilah.