Kamis 10 Nov 2016 07:31 WIB

Benarkah Ada Penistaan Alquran?

Arif Supriyono
Foto:

Berikutnya (ketiga) adalah masalah kepercayaan/keyakinan yang dianut oleh orang yang bersangkutan. Jika seseorang memiliki agama yang berbeda dengan isi kitab suci yang akan disampaikan, maka orang itu tentu akan lebih berhati-hati. Bahkan, bila perlu, dia akan berpikir lebih baik menghindari topik itu daripada membahasnya.

Andai itu di balik dan terjadi pada pemeluk agama Islam yang mengucapkan seperti itu terhadap ayat di kitab suci lain dan di hadapan para pemeluknya, seperti apa perasaan mereka? Ini perlu untuk bahan perbandingan. Tentu saja ayat yang dipilih dalam kitab suci agama lain itu isinya kurang-lebih sama dengan isi yang terkandung di Al Maidah ayat 51. Dalam kasus ini, saya yakin Ahok tidak sedang berceramah karena itu tendensi untuk ‘bermain-main’ lebih besar.

Lalu keempat adalah soal isi atau makna dalam surat Al Maidah ayat 51. Terjemahan ayat dalam surat tersebut adalah: "Hai orang-orang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi auliya (pemimpin/sahabat) bagimu, sebagian mereka adalah auliya bagi sebagian yang lain. Barang siapa di antara kamu mengambil mereka menjadi auliya, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang lalim”.

Jika kita hendak meneliti apakah pernyataan seseorang itu menistakan atau tidak sebuah ayat di kitab suci, maka sangat perlu memahami isi ayat tersebut. Ini tentu berbeda jika kita hanya membuat pernyataan yang yang diduga menistakan suatu agama namun tak menyebut isi sebuah ayat dalam kitab suci.

Berikutnya (kelima) adalah struktur bahasa Indonesia yang digunakan Ahok ketika mengucapkan serangkaian kalimat berdana kampanye tersebut. Penggalan kalimatnya adalah sebagai berikut: …bapak-ibu enggak bisa pilih saya karena dibohongi pakai surat Al Maidah 51 macem-macem gitu lho.

Karena itu menggunakan kalimat pasif, maka membandingkannya harus dengan kalimat pasif pula agar sepadan. Dengan begitu, penggalan kalimat yang diucapkan Ahok tersebut kira-kira senada dan seirama dengan: dilempari pakai batu atau disirami pakai air. Mari kita bandingkan dengan kalimat ini: dilempari batu atau disirami air. Esensi penggalan kalimat terakhir (tanpa kata ‘pakai’) itu nyaris tak berbeda makna dengan penggalan kalimat yang menggunakan kata ‘pakai’.

Ini berarti, dilempari batu tak ada perbedaan makna dengan dilempari pakai batu. Pun demikian dengan disirami air, punya makna yang sebangun dengan disirami pakai air. Dalam hal ini, air dan batu merupakan alat untuk melempari dan menyirami. Sekali lagi batu dan air itu sebagai alat.

Nah sekarang kita kembali pada pokok persoalan. Andai analogi penjelasan tentang kalimat pasif itu dikembalikan pada kasus ‘dibohongi pakai surat Almaidah 51’, maka itu esensinya tak beda dengan kalimat: dibohongih surah Al Maidah 51 sehingga jelas sekali pemasalahan dan kesimpulannya. Bila penjelasan ini tak bisa diterima oleh sebagian pihak, maka mari kita telaah menggunakan cara lain lagi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement